UTANG LUAR NEGERI

Utang Luar Negeri Indonesia Naik Lagi

Redaksi DDTCNews | Senin, 17 Juni 2019 | 14:19 WIB
Utang Luar Negeri Indonesia Naik Lagi

Ilustrasi gedung BI. 

JAKARTA, DDTCNews – Utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir April 2019 tercatat senilai US$389,3 miliar (sekitar Rp5.584,8 triliun). Angka ini mengalami pertumbuhan 8,7% secara tahunan.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) ULN Indonesia pada akhir April 2019 tersebut terbagi atas utang pemerintah dan bank sentral US$189,7 miliar serta utang swasta – termasuk BUMN – senilai US$199,6 miliar. ULN tumbuh 8,7%, lebih tinggi dibandingkan dengan Maret 2019 sebesar 7,9% (yoy).

“Ini karena transaksi penarikan neto ULN. Ada pula pengaruh penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sehingga utang dalam rupiah tercatat lebih tinggi dalam denominasi dolar AS,” jelas BI dalam keterangan resmi, Senin (17/6/2019).

Baca Juga:
BI Buka Ruang untuk Kembali Turunkan Suku Bunga

Peningkatan pertumbuhan ULN terutama bersumber dari ULN sektor swasta. Pada saat yang sama, pertumbuhan ULN pemerintah cenderung melambat. ULN swasta tercatat tumbuh 14,5% (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 13,0%.

ULN swasta didominasi oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara (LGA), serta sektor pertambangan dan penggalian. Adapun pangsa ULN di keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 75,2%.

Di sisi lain, pertumbuhan ULN pemerintah melambat. Pada akhir April 2019, ULN pemerintah tercatat senilai US$186,7 miliar atau tumbuh 3,4% (yoy). Pertumbuhan melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebelumnya sebesar 3,6%.

Baca Juga:
Inflasi Diekspektasikan Rendah, BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 5,75%

Perkembangan ULN pemerintah ini, menurut bank sentral, dipengaruhi pembayaran pinjaman senilai 0,6 miliar dolar AS dan penurunan kepemilikan surat berharga negara (SBN) nonresiden senilai 0,4 miliar dolar AS akibat ketidakpastian di pasar keuangan global yang bersumber dari ketegangan perdagangan.

Pengelolaan ULN pemerintah diprioritaskan untuk membiayai pembangunan, dengan porsi terbesar pada sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (18,8%), sektor konstruksi (16,3%), sektor jasa pendidikan (15,8%), sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,1%), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (14,4%).

Otoritas moneter menilai struktur ULN Indonesia masih tetap sehat. Kondisi tersebut tercermin dari beberapa indikator, salah satunya adalah rasio ULN Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir April 2019 yang relatif stabil sebesar 36,5%.

Baca Juga:
Tak Patuhi Aturan DHE SDA, DJBC Blokir Layanan Ekspor 176 Perusahaan

Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang dengan porsi sebesar 86,2% dari total ULN. BI melihat ULN Indonesia masih terkendali dengan struktur yang tetap sehat. Otoritas moneter akan terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk memantau perkembangan ULN.

“Dan mengoptimalkan perannya dalam mendukung pembiayaan pembangunan dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” imbuh BI. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 28 Januari 2025 | 08:30 WIB KEBIJAKAN MONETER

BI Buka Ruang untuk Kembali Turunkan Suku Bunga

Rabu, 15 Januari 2025 | 16:25 WIB KEBIJAKAN MONETER

Inflasi Diekspektasikan Rendah, BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 5,75%

Sabtu, 11 Januari 2025 | 13:37 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Tak Patuhi Aturan DHE SDA, DJBC Blokir Layanan Ekspor 176 Perusahaan

Kamis, 09 Januari 2025 | 15:00 WIB KINERJA MONETER

Efek Pajak hingga Utang, Cadangan Devisa Naik Jadi US$155,7 Miliar

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik