UU HPP

Ultimum Remedium Pelanggaran Cukai, Imbas ke Penerimaan Tak Signifikan

Dian Kurniati | Sabtu, 16 Oktober 2021 | 12:00 WIB
Ultimum Remedium Pelanggaran Cukai, Imbas ke Penerimaan Tak Signifikan

ILUSTRASI, petugas bea cukai di lapangan.

JAKARTA, DDTCNews - UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengatur penerapan prinsip ultimum remedium. Prinsip ini menjadikan sanksi pidana sebagai upaya terakhir dalam menangani pelanggaran di bidang cukai.

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan prinsip ultimum remedium diarahkan untuk mengedepankan pemberian sanksi denda ketimbang proses pidana. Meski demikian, dia menyebut dampak kebijakan tersebut terhadap penerimaan negara tidak terlalu signifikan.

"Melalui kebijakan tersebut, diharapkan akan mempercepat kepastian hukum terhadap pelaku pelanggaran di bidang cukai, serta berpotensi menambah penerimaan negara, walaupun tidak terlalu signifikan," katanya, Senin (11/10/2021).

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Askolani mengatakan prinsip ultimum remedium akan memprioritaskan pemberian sanksi denda daripada prosedur pidana. Menurutnya, prinsip tersebut juga untuk mempermudah penyelesaian terhadap pelanggaran di bidang cukai.

Pelanggaran di bidang cukai yang mengadopsi ultimum remedium antara lain pelanggaran perizinan, pengeluaran barang kena cukai, barang kena cukai tidak dikemas, barang kena cukai yang berasal dari tindak pidana, dan jual beli pita cukai.

UU HPP mengatur penyesuaian sanksi administrasi dalam upaya pemulihan kerugian pendapatan negara pada saat penelitian dan penyidikan. Pemulihan kerugian pendapatan negara dilakukan pada tahap penelitian sebelumnya belum diatur dalam UU Cukai.

Baca Juga:
Gandeng Satpol PP DKI, Bea Cukai Amankan Jutaan Rokok Ilegal

Pejabat Bea Cukai berwenang melakukan penelitian atas dugaan pelanggaran di bidang cukai. Jika ditemukan pelanggaran administratif di bidang cukai, persoalan akan diselesaikan secara administratif.

Hasil penelitian yang tidak berujung pada penyidikan mewajibkan pelaku membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 3 kali jumlah cukai yang seharusnya dibayar.

Sementara pada tahap penyelidikan, terdapat perubahan mengenai kewajiban membayar sanksi atas pelanggaran di bidang cukai. Pada UU Cukai, diatur penghentian penyidikan wajib membayar pokok cukai ditambah sanksi denda 4 kali cukai kurang dibayar.

Baca Juga:
Efisiensi Logistik, Pemerintah Kombinaskan INSW dan NLE

Adapun melalui UU HPP terkini, pemulihan kerugian pendapatan negara saat tahap penyidikan dilakukan dengan membayar sanksi denda sebesar 4 kali nilai cukai. Pembayaran sanksi denda tersebut menjadi pertimbangan untuk dituntut tanpa disertai penjatuhan pidana penjara.

"Kebijakan ultimum remedium untuk beberapa pelanggaran cukai memang diarahkan untuk lebih mengedepankan pemberian sanksi denda," ujar Askolani.

Perubahan ketentuan tersebut akan berlaku sejak UU HPP diundangkan. Hingga September 2021, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai senilai Rp158,00 triliun atau 73,50% dari target Rp214,96 triliun.

Sementara pada APBN 2022, penerimaan kepabeanan dan cukai ditargetkan mencapai Rp245 triliun atau tumbuh 13,9% dari target tahun ini. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Senin, 21 Oktober 2024 | 20:00 WIB KEBIJAKAN CUKAI

Jual Rokok Eceran, Apakah Pedagang Wajib Punya NPPBKC?

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 15:30 WIB BEA CUKAI JAKARTA

Gandeng Satpol PP DKI, Bea Cukai Amankan Jutaan Rokok Ilegal

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Efisiensi Logistik, Pemerintah Kombinaskan INSW dan NLE

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN