PMK 177/2022

Turunan UU HPP, Pemerintah Rilis PMK Soal Pemeriksaan Bukti Permulaan

Dian Kurniati | Rabu, 07 Desember 2022 | 18:45 WIB
Turunan UU HPP, Pemerintah Rilis PMK Soal Pemeriksaan Bukti Permulaan

Laman muka dokumen PMK 177/2022.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menerbitkan peraturan baru yang mengubah ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan bukti permulaan (bukper) tindak pidana di bidang perpajakan.

Melalui PMK 177/2022, pemerintah mengganti ketentuan tata cara pemeriksaan bukper tindak pidana di bidang perpajakan yang saat ini diatur dalam PMK 239/2014. Penggantian ketentuan ini dilakukan untuk melaksanakan Pasal 43A ayat (4) UU 6/1983 s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

"Untuk memberikan kepastian hukum terhadap pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, perlu dilakukan penggantian terhadap Peraturan Menteri Keuangan Nomor 239/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan," bunyi salah satu pertimbangan PMK 177/2022, dikutip pada Rabu (7/12/2022).

Baca Juga:
Seminar DDTC Academy soal P2DK, Pemeriksaan, dan Bukper di Era Coretax

Pasal 2 PMK 177/2022 menyatakan Dirjen Pajak berwenang melakukan pemeriksaan bukper terhadap orang pribadi atau badan yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Pemeriksaan bukper tersebut dilaksanakan oleh pemeriksa bukper yang menerima Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan.

Pemeriksaan bukper dilakukan sebelum penyidikan. Dalam hal ini, pemeriksaan bukper dapat tidak ditindaklanjuti penyidikan jika wajib pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan dengan pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatannya disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administratif. Tentuanya, pengungkapan tersebut sesuai dengan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Melalui UU HPP dan PMK 177/2022 ini, pemerintah menegaskan ketentuan mengenai hukum pidana sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimum remedium) pada tahap pemeriksaan bukper. UU HPP menjelaskan pemeriksaan bukper dilakukan untuk mendapatkan bukper tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana pada bidang perpajakan.

Baca Juga:
Perlunya Wajib Pajak Antisipasi Risiko P2DK, Pemeriksaan, dan Bukper

Meski telah dilakukan tindakan pemeriksaan bukper, Pasal 8 ayat (3) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP menyebut wajib pajak dengan kemauan sendiri dapat mengungkapkan dengan pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatannya.

Ketidakbenaran perbuatan itu yakni, pertama, tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Kedua, menyampaikan SPT dengan isi tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar.

Sebagaimana diatur Pasal 8 ayat (3a), sanksi denda yang harus dibayarkan jika wajib pajak melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan saat pemeriksaan bukper adalah sebesar 100% dari jumlah pajak yang kurang dibayar, lebih rendah dari yang diatur dalam UU KUP sebesar 150%.

Baca Juga:
Sepanjang 2024, DJP Kalselteng Tetapkan 6 Wajib Pajak Jadi Tersangka

Pada saat PMK 177/2022 mulai berlaku, dokumen dalam rangka pemeriksaan bukper yang telah diterbitkan dinyatakan tetap sah. Di sisi lain, pada saat PMK ini mulai berlaku, PMK 239/2014 serta Pasal 107 dan Pasal 114 PMK 18/2021 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

"Peraturan menteri ini mulai berlaku setelah 60 hari terhitung sejak tanggal diundangkan [pada 5 Desember 2022]," bunyi Pasal 32 PMK 177/2022. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 23 Januari 2025 | 15:40 WIB DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR

Seminar DDTC Academy soal P2DK, Pemeriksaan, dan Bukper di Era Coretax

Senin, 20 Januari 2025 | 17:25 WIB DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR

Perlunya Wajib Pajak Antisipasi Risiko P2DK, Pemeriksaan, dan Bukper

Rabu, 15 Januari 2025 | 10:00 WIB KANWIL DJP KALSELTENG

Sepanjang 2024, DJP Kalselteng Tetapkan 6 Wajib Pajak Jadi Tersangka

Selasa, 14 Januari 2025 | 11:55 WIB DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR

Eksklusif! Siap Hadapi P2DK, Pemeriksaan, dan Bukper di Era Coretax

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP