EKONOMI MAKRO

Turki & Argentina Krisis, Ini Dampaknya ke Indonesia

Redaksi DDTCNews | Kamis, 30 Agustus 2018 | 17:08 WIB
Turki & Argentina Krisis, Ini Dampaknya ke Indonesia

JAKARTA, DDTCNews – Krisis yang terjadi di Turki dan kini Argentina memberikan dampak cukup besar ke Indonesia. Salah satunya adalah nilai tukar rupiah yang melemah hingga di atas Rp14.700 per dolar AS, tertinggi sejak 2015..

Melemahnya lira Turki dan peso Argentina juga dipicu oleh menguatnya angka Produk Domestik Bruto (PDB) AS kuartal II 2018 dari 4,1% menjadi 4,2%, serta langkah Bank Sentral China memperlemah yuan di tengah negosiasi sengketa dagang dengan AS yang belum selesai.

Senior Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan dampak yang akan terasa bagi Indonesia dan negara berkembang lainnya adalah arus modal yang sulit didapatkan. Dengan demikian, upaya untuk memperkecil defisit transaksi berjalan akan semakin sulit.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Berlanjut Melemah terhadap Dolar AS

“Sekarang ada Argentina, ini kita sudah prediksi ini gantian saja. Dari Turki impact-nya dari perdagangan tidak besar, tetapi pada financial market, melalui aliran modal,” ujarnya dalam Macroeconomic Outlook di Plaza Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (30/8/2018).

Andry menambahkan Indonesia sebagai negara berkembang akan dinilai sama dengan negara-negara seperti Turki dan Argentina. Hanya saja, defisit transaksi berjalan Indonesia yang sekitar 3% terhadap PDB masih sehat.

Akan tetapi, yang dikhawatirkan adalah terkait dengan pendanaan di transaksi berjalan itu sendiri. “Dibanding negara berkembang lainnya Indonesia masih baik, kalau dilihat rank-nya di antara negara lain kita di 7 dari top 10,” ujarnya.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah Terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Sebelumnya, di tengah krisis ekonomi yang menghantam, Pemerintah Argentina mengajukan pinjaman senilai US$50 miliar atau Rp725 triliun pada kurs Rp14.500 dari International Monetary Fund (IMF).

Presiden Argentina Mauricio Macri mengatakan hal itu dilakukan untuk memulihkan kepercayaan investor terhadap ekonomi Argentina. Dana tersebut rencananya akan dipakai untuk membayar obligasi pemerintah yang jatuh tempo tahun ini. (Gfa/Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 16 Oktober 2024 | 10:01 WIB KURS PAJAK 16 OKTOBER 2024 - 22 OKTOBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Berlanjut Melemah terhadap Dolar AS

Rabu, 09 Oktober 2024 | 09:00 WIB KURS PAJAK 09 OKTOBER 2024 - 15 OKTOBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah Terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Senin, 07 Oktober 2024 | 10:11 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

PMK 172/2023: Mengapa Pendekatan Ex-Ante Penting bagi Wajib Pajak?

Jumat, 04 Oktober 2024 | 08:37 WIB DDTC ACADEMY - PRACTICAL COURSE

Batch 2! Pelatihan Persiapan SPT PPh Badan 2024: Praktik dan Solusi

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja