Ilustrasi.
BANDUNG, DDTCNews – Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemerintah Kabupaten Bandung Barat mencatat nilai tunggakan dan denda pajak bumi dan bangunan (PBB) di wilayahnya mencapai lebih dari Rp300 miliar.
Kepala Bidang Pajak Daerah 2 BPKAD Kabupaten Bandung Barat Rega Wiguna mengatakan piutang tersebut terhitung secara akumulatif sejak 2013 hingga 2019. Menurutnya, situasi itu terjadi setelah Undang-Undang No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disahkan.
"Saat pengelolaan pajak bumi dan bangunan sektor perkotaan dan pedesaan (PBB P2) dilimpahkan dari pemerintah pusat ke daerah," katanya, Jumat (14/2/2020).
Rega menambahkan piutang pajak tersebut sudah termasuk pokok dan dendanya, baik dari wajib pajak perorangan, institusi/lembaga, hingga perusahaan. Pada banyak kasus, piutang itu juga berupa warisan dari pemilik sebelumnya.
Salah satu contohnya adalah ketika ada seorang pemilik tanah menjual asetnya tetapi belum melunasi PBB. Hal ini membuat semua tunggakan PBB akan otomatis dibebankan pada pemilik baru tanah tersebut.
Menurut Rega, ada ketentuan pada Perda Pajak Daerah yang menyebut saat objek pajak beralih, segala keuntungan ataupun kerugian menjadi tanggung jawab pihak kedua atau pemilik baru. Masyarakat diminta lebih berhati-hati saat membeli tanah, dengan memperhatikan catatan kepatuhan membayar pajaknya.
Perda No. 12/2016 tentang Pajak Daerah menyebut jumlah kurang bayar pajak akan dikenai sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% per bulan, dihitung sejak pajak terutang hingga paling lama 24 bulan.
Ketentuan itu yang disebut-sebut menyebabkan nilai denda administrasi bisa lebih besar daripada pokok pajaknya. Apalagi, banyak wajib pajak yang menunggak hingga puluhan tahun sehingga dikenakan denda maksimal.
Saat ini, Pemkab Bandung Barat sedang mengkaji kebijakan penghapusan sanksi administrasi/denda PBB. Penghapusan denda direncanakan bisa diadakan tahun ini, tetapi masih dipikirkan soal rentang waktu pelaksanaannya.
Menurut Rega, pemkab belum bisa membuat kebijakan soal pemutihan total piutang PBB. Alasannya, hingga saat ini belum ada contoh daerah di Indonesia yang pernah mengadakan program tersebut.
"Sebab indikatornya harus jelas, misalnya jika terjadi kejadian luar biasa (KLB)," katanya, dikutip dari ayobandung.com. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.