JAKARTA, DDTCNews – Inflasi pada bulan November mencapai 0,47% secara bulanan, atau 3,58% dibandingkan November 2015 lalu. Dengan demikian, inflasi tahun berjalan (Januari-November 2016) mencapai 2,59%, atau masih di bawah perkiraan pemerintah sebesar 3,2% untuk sepanjang 2016.
Meskipun tren inflasi rendah masih berlangsung, BI disarankan mempertahankan BI Rate yang saat ini sebesar 4,75%, lantaran masih ada risiko eksternal berupa kebelumjelasan kebijakan Trump dan rencana kenaikan fed fund rate.
Deputi Statistik, Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadiwibowo mengatakan jika ingin mencapai inflasi tahun berjalan di kisaran 3,5%, maksimal inflasi pada Desember harus di bawah 1%. Sementara untuk mencapai inflasi di kisaran 3%, inflasi maksimal pada Desember harus 0,41%. Butuh upaya yang sangat keras mengigat tren inflasi di Desember biasanya tinggi.
“Mudah-mudahan untuk volatile foods seperti cabai merah, bawang merah dan cabai keriting Karena selama 3 bulan terakhir trennya naik akan mulai turun di Desember,” ujarnya di Jakarta, Kamis (1/12).
Tekanan inflasi bahkan diperkirakan akan lebih besar tahun depan utamanya di administred price, seiring rencana pemangkasan subsidi listrik kelompok 900 VA, yang akan dihilangkan 3,3 juta pelanggan menjadi 497.000 pelanggan saja. Karena saat ini masih ada 3,8 juta pelanggan kelas 900 VA.
“Kita akan lihat lagi seberapa banyak pelanggan kelas 900 VA yang dihilangkan subsidinya. Karena ini akan memicu inflasi khususnya pelanggan pascabayar,” tuturnya.
Sasmito menambahkan, inflasi pada November didorong beberapa kelompok pengeluaran yang mengalami kenaikan seperti bahan makanan sebesar 1,66%, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,25%, perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,16%, elompok kesehatan 0,30%, pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,02% dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan 0,07%.
Beberapa komoditas yang harganya naik adalah cabai merah dengan bobot 0,29% (dari total pengeluaran sebulan) memberi andil inflasi 0,16%, harganya naik 21,2% di 76 kota. Lalu bawang merah dengan bobot 0,7% memberi andil inflasi 0,11%, harganya naik 0,16% di 69 kota.
Kemudian cabai rawit dengan bobot 0,19% memberikan andil inflasi 0,05%, hargania naik 29,07% di 80 kota. Tomat sayur dengan bobot 0,02% memberi andil 0,04%, harganya naik 19,52% di 55 kota.
Lalu tarif pulsa dengan bobot 1,86% memberikan andil inflasi 0,02%, harganya naik 0,11%, beras dengan bobot 3,81% memberi andil 0,01% hargaya naik 0,24% serta rokok dengan bobot 1,96% memberi andil inflasi 0,01% dan bensin dengan bobot 3,29% memberi andil inflasi 0,01% harganya naik 0,18%.
Untuk komponen inti sendiri, pada November mencapai 0,15%, atau 2,84% secara tahun kalender dan 3,07% secara tahunan. Ini merupakan yang terendah sejak tahun 2004. Ini didorong beberapa faktor di antaranya adalah ekspor impor Indonesia yang masih cukup rendah.
Diharapkan aktivitas ekspor dan impor mulai naik tipis di Desember lantaran inflasi inti yang terlalu rendah juga menggambarkan perekonomian yang tidak terlalu baik, serta sudah berada pada level bottom line.
Sementara untuk inflasi administred price dan volatile foods masing-masing mencapai 0,13% dan 1,84% pada November, atau -0,76% dan 5,42% secara tahun kalender dan 0,09% dan 9,14% secara tahunan. Pada November, terjadi inflasi di 78 kota dari total 82 kota yag disurvei. Inflasi tertinggi terjadi di Manado sebesa 2,86%, disusul Pekanbaru 1,3%, Padang 1,13% dan Sibolga 0.99%. (Amu/Gfa)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.