PMK 72/2023

Tindak Lanjut PP 55/2022, Kemenkeu Perbarui Ketentuan Penyusutan

Muhamad Wildan | Senin, 24 Juli 2023 | 17:30 WIB
Tindak Lanjut PP 55/2022, Kemenkeu Perbarui Ketentuan Penyusutan

Laman depan dokumen PMK 72/2023.

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 72/2023. Beleid tersebut mengatur tentang penghitungan penyusutan harta berwujud dan amortisasi harta tidak berwujud untuk keperluan perpajakan.

PMK 72/2023 diterbitkan guna melaksanakan amanat Pasal 21 ayat (10) dan Pasal 22 ayat (5) dari Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022.

"Bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemudahan penghitungan penyusutan harta berwujud dan/atau amortisasi harta tak berwujud untuk keperluan perpajakan serta selaras dengan program simplifikasi regulasi, perlu diatur ketentuan mengenai penyusutan harta berwujud dan/atau amortisasi harta tak berwujud," bunyi bagian pertimbangan PMK 72/2023, dikutip Senin (24/7/2023).

Baca Juga:
DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Secara umum, kelompok penyusutan harta berwujud bukan bangunan masih tetap terdiri dari 4 kelompok dengan masa manfaat 4 tahun, 8 tahun, 16 tahun, dan 20 tahun. Untuk kelompok penyusutan harta berwujud berupa bangunan, masa manfaatnya tetap selama 10 tahun untuk bangunan tidak permanen dan 20 tahun untuk bangunan permanen.

Sesuai dengan UU HPP, wajib pajak dapat melakukan penyusutan dengan masa manfaat yang sebenarnya bila bangunan permanen milik wajib pajak memiliki masa manfaat lebih dari 20 tahun dengan syarat dilakukan secara taat asas. Pemberitahuan untuk melakukan penyusutan dengan masa manfaat yang sebenarnya dapat disampaikan paling lambat 30 April 2024.

Selanjutnya, PMK 72/2023 juga mengatur tentang penyusutan atas biaya perbaikan harta berwujud. Secara umum, biaya perbaikan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M) yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun harus dibebankan melalui penyusutan. "Biaya perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan pada nilai sisa buku fiskal harta berwujud tersebut," bunyi Pasal 7 ayat (2) PMK 72/2023.

Baca Juga:
Volume Perdagangan Fisik Emas Digital Naik Signifikan di 2024

Bila perbaikan tidak menambah masa manfaat harta berwujud, penghitungan penyusutan atas hasil penjumlahan dilakukan sesuai sisa masa manfaat fiskal harta berwujud tersebut.

Dalam hal perbaikan menambah masa manfaat, penghitungan penyusutan dilakukan sesuai sisa masa manfaat fiskal harta berwujud ditambah dengan tambahan masa manfaat. Penyusutan dilakukan paling lama sesuai masa manfaat kelompok harta berwujud tersebut.

Kemudian, terdapat pula pasal dalam PMK 72/2023 yang mengatur tentang pengalihan atau penarikan harta yang mendapatkan penggantian asuransi. Bila terjadi, jumlah nilai sisa buku fiskal harta yang dialihkan atau ditarik dibebankan sebagai kerugian, sedangkan jumlah harga jual atau penggantian asuransi yang diterima dibukukan sebagai penghasilan.

Baca Juga:
Langkah Lanjutan Setelah Pengawasan Aset Kripto Berpindah ke OJK

Terkait dengan amortisasi harta tidak berwujud, kelompok penyusutannya tetap terbagi dalam 4 kelompok dengan masa manfaat 4 tahun, 8 tahun, 16 tahun, dan 20 tahun.

Bila harta tak berwujud memiliki masa manfaat lebih dari 20 tahun, amortisasi dapat dilakukan sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan wajib pajak dengan syarat dilakukan secara taat asas. Pemberitahuan untuk melakukan amortisasi dengan masa manfaat yang sebenarnya disampaikan kepada dirjen pajak paling lambat 30 April 2024.

PMK 72/2023 berlaku sejak tanggal diundangkan, yakni 17 Juli 2023. Dengan berlakunya PMK 72/2023 maka PMK 248/2008, PMK 249/2008 s.t.d.d PMK 126/2012, serta PMK 96/2009 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Sabtu, 25 Januari 2025 | 16:30 WIB PERDAGANGAN BERJANGKA

Volume Perdagangan Fisik Emas Digital Naik Signifikan di 2024

Senin, 13 Januari 2025 | 18:30 WIB ASET KRIPTO

Langkah Lanjutan Setelah Pengawasan Aset Kripto Berpindah ke OJK

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP