BERITA PAJAK HARI INI

Terima Saran, Kemenkeu Kaji Ulang Pajak Final Konstruksi & Real Estat

Redaksi DDTCNews | Kamis, 30 Juli 2020 | 08:02 WIB
Terima Saran, Kemenkeu Kaji Ulang Pajak Final Konstruksi & Real Estat

Ilustrasi. Pekerja menyelesaikan proyek konstruksi jalur kereta api cepat Jakarta Bandung di Ciwastra, Bandung, Jawa Barat, Selasa (23/6/2020). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/foc.

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan akan mengkaji ulang skema pengenaan pajak final sektor konstruksi dan real estat. Rencana otoritas fiskal tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (30/7/2020).

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan skema pajak final di sektor konstruksi dan real estat dianggap tidak ideal dalam kondisi normal. Terlebih, kontribusi sektor ini terhadap produk domestik bruto (PDB) relatif besar.

“Kami mendengar beberapa masukan untuk PPh [pajak penghasilan] sektor konstruksi. Kami akan diskusikan,” ujarnya.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Dalam Indonesia Economic Prospects, Juli 2020 bertajuk “The Long Road to Recovery”, World Bank mengusulkan penghapusan skema tarif pajak final pada sektor konstruksi dan real estat. Pasalnya, tingkat kepatuhan sektor konstruksi dan real estat paling rendah.

Sebelumnya, DDTC juga telah merilis Working Paper bertajuk “Meninjau Konsep dan Relevansi PPh Final di Indonesia”. Berdasarkan kajian tersebut, pengenaan PPh yang bersifat final dalam jangka panjang dinilai kurang ideal karena membuka peluang perencanaan pajak yang agresif dan menggerus kepatuhan wajib pajak secara sukarela.

Selain mengenai pengenaan pajak final sektor konstruksi dan real estat, ada juga bahasan tentang terbitnya petunjuk pelaksanaan PMK 86/2020 terkait dengan insentif pajak untuk wajib pajak yang terdampak pandemi Covid-19.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Pertimbangkan Berbagai Indikator Ekonomi

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara berjanji akan mengkaji ulang ketentuan pengenaan tarif final sektor konstruksi dan real estat dengan mempertimbangkan berbagai indikator ekonomi yang ada pada saat ini.

“Kami akan segera lakukan pendalaman soal itu,” imbuhnya.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Berdasarkan ketentuan dalam UU PPh, penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah serta bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estat, dan persewaan tanah bangunan dapat dikenai pajak secara final. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

  • Berisiko Memperlebar Tax Gap

Partner Tax Research & Services DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan kesenjangan antara potensi basis pajak dengan realisasi penerimaan yang didapat – atau umum disebut tax gap – bisa tercipta dari skema PPh final.

“Argumen bahwa PPh final pro penerimaan bisa diperdebatkan karena dengan pengenaan dengan basis penghasilan bruto juga menciptakan risiko tax gap,” katanya. Simak artikel ‘Skema PPh Final Berisiko Memperlebar Tax Gap’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Tersisa 2 Bulan untuk Manfaatkan PPN Rumah 100% Ditanggung Pemerintah
  • Insentif Pajak

Terkait dengan respons adanya pandemi Covid-19, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pelaku usaha sektor konstruksi dan real estat bisa memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25, dan restitusi PPN dipercepat.

"Semoga ni menjadi insentif bagi dunia usaha untuk maju,” katanya. (DDTCNews)

  • Aturan Pelaksanaan PMK 86/2020

Dirjen Pajak menerbitkan petunjuk pelaksanaan PMK 86/2020 berupa Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-43/PJ/2020. Salah satu tujuan adanya beleid yang ditetapkan pada 28 Juli 2020 ini adalah untuk menciptakan keseragaman dalam pelaksanaan PMK 86/2020.

Baca Juga:
Optimalisasi Penerimaan Negara, Prabowo Bakal Tambah 1 Wamenkeu

Dengan berlakunya SE tersebut maka SE-29/PJ/2020 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Setidaknya, ada 11 ruang lingkup yang diatur dalam SE ini. Simak selengkapnya pada artikel ‘Dirjen Pajak Rilis SE Baru Pelaksanaan Insentif Pajak PMK 86/2020’. (DDTCNews)

  • Piutang Pajak Macet Mendominasi

Kewajiban pembayaran pajak dari wajib pajak kepada DJP pada 2019 tercatat mencapai Rp72,63 triliun. Nominal piutang pajak ini meningkat 6,67% dibandingkan dengan posisi pada 2018 yang senilai Rp68,09 triliun.

Dari nilai piutang pajak Rp72,63 triliun tersebut, DJP menyisihkan piutang pajak sebesar Rp44,89 triliun. Apabila diperinci, senilai Rp34,43 triliun atau 47,4% dari total piutang pajak pada 2019 dikategorikan sebagai piutang pajak dengan kualitas macet.

Baca Juga:
Minta Sri Mulyani Jadi Menkeu Lagi, Prabowo Titip Pesan Ini

Lebih lanjut, total piutang pajak dengan kualitas diragukan mencapai Rp18,84 triliun, sedangkan total piutang pajak dengan kualitas kurang lancar tercatat mencapai Rp11,26 triliun. Nominal piutang pajak dengan kualitas lancar tercatat hanya sebesar Rp8,08 triliun atau 11,1% dari total piutang pajak. (DDTCNews)

  • Sesuai Rekomendasi Global Forum OECD

DJP memberikan kelonggaran waktu bagi lembaga jasa keuangan (LJK) dalam melaporkan informasi keuangan terkait implementasi automatic exchange of information (AEoI).

Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol mengatakan keputusan untuk melonggarkan batas akhir pelaporan informasi keuangan oleh LJK dari yang semula 1 Agustus 2020 menjadi 1 Oktober 2020 sudah sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan Global Forum OECD. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

30 Juli 2020 | 12:18 WIB

Sebaiknya tarif untuk konstruksi dan real estate ini dipertimbangkan juga dengan risiko-risiko biaya yang harus dihadapi oleh WP terkait.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:30 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN