Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat nilai transaksi penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) khusus dalam rangka penempatan dana atas program pengungkapan sukarela (PPS) mencapai Rp25,66 miliar.
Ditjen Pengelolaan, Pembiayaan, dan Risiko (DJPPR) menyatakan transaksi penerbitan SBSN itu dilakukan pada 25 Maret 2022. Dalam transaksi tersebut, DJPPR telah menawarkan satu seri SBSN berdenominasi rupiah.
"Keuangan telah melakukan transaksi penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan cara private placement dalam rangka PPS dengan jumlah Rp25,66 miliar," sebut DJPPR dalam keterangan resmi, dikutip pada Kamis (31/3/2022).
DJPPR menyebut transaksi private placement SBSN khusus untuk penempatan dana atas PPS berlangsung pada 25 Maret 2022 dan setelmennya pada 30 Maret 2022. Seri SBSN yang ditawarkan, yaitu PBS035.
Sementara itu, seri SBSN PBS035 ditawarkan bertenor 20 tahun atau hingga 15 Maret 2042, dengan jenis kuponnya fixed rate sebesar 6,75%. SBSN khusus tersebut bersifat tradable atau dapat diperdagangkan.
Penerbitan SBSN khusus dalam rangka penempatan dana atas PPS melalui private placement dilakukan berdasarkan PMK No. 51/2019, PMK No. 38/2020, dan PMK No. 196/2021. Sesuai dengan ketentuan dalam PMK No. 196/2021, wajib pajak dapat menginvestasikan harta bersih yang diungkapkan melalui PPS dalam surat berharga negara (SBN).
Pembelian SBN dilakukan melalui dealer utama dengan cara private placement di pasar perdana dengan ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Sebelumnya, pemerintah menerbitkan dua seri SUN khusus dalam rangka penempatan dana atas PPS, yaitu FR0094 untuk denominasi rupiah dan USDFR003 untuk denominasi dolar AS. Hasilnya, pemerintah meraup Rp46,35 miliar dan US$650.000.
Untuk diketahui, pemerintah mengadakan PPS sebagaimana diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Periode program tersebut hanya 6 bulan, mulai dari 1 Januari sampai dengan 30 Juni 2022.
PPS dapat diikuti wajib pajak orang pribadi dan badan peserta tax amnesty dengan basis aset per 31 Desember 2015 yang belum diungkapkan.
Selain itu, program tersebut juga dapat diikuti wajib pajak orang pribadi yang belum mengikuti tax amnesty dengan basis aset perolehan 2016-2020 yang belum dilaporkan dalam SPT tahunan 2020.
Nanti, peserta PPS akan dikenakan PPh final yang tarifnya berbeda-beda tergantung pada perlakuan wajib pajak terhadap harta bersih yang diungkapkan.
Tarif PPh final yang lebih rendah diberikan apabila wajib pajak menginvestasikan harta bersihnya pada SBN dan kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau sektor energi terbarukan. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.