Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Luky Alfirman
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan memperkirakan defisit anggaran dan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) pada tahun depan akan lebih kecil dari proyeksi yang tertuang dalam UU APBN 2022.
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Luky Alfirman mengatakan optimisme tersebut berasal dari tren pemulihan ekonomi yang diproyeksi terus berlanjut pada tahun depan. Selain itu, pemerintah juga mulai mengimplementasikan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang diyakini berdampak positif pada pendapatan negara.
"Kalau kita melihat ada beberapa komponen yang sebelumnya belum dimasukkan dalam UU APBN 2022, misalnya di UU HPP, di situ ada potensi tambahan penerimaan yang harapannya bisa kurangi defisit kita," katanya, Senin (13/12/2021).
Luky mengatakan perekonomian yang membaik akan mendorong penerimaan pajak pada tahun depan. Jika penerimaan pajak meningkat, artinya defisit dan kebutuhan pembiayaan utang juga bakal menurun.
Dia menambahkan realisasi defisit 2022 yang lebih rendah dari target juga akan membuat konsolidasi fiskal berjalan lebih mulus. Pasalnya, pemerintah harus mengembalikan defisit APBN ke level maksimum 3% PDB pada 2023, sesuai perintah UU 2/2020.
Pemerintah dan DPR dalam UU APBN 2022 menyepakati pendapatan negara ditargetkan senilai Rp1.846,1 triliun dan dari sisi belanja Rp2.714,1 triliun. Dengan angka tersebut, defisit APBN 2022 direncanakan senilai Rp868,0 triliun atau 4,85% terhadap PDB.
Pembiayaan anggaran yang senilai Rp868,0 triliun terdiri atas pembiayaan utang Rp973,5 triliun, pembiayaan investasi negatif Rp182,3 triliun, pemberian pinjaman Rp585,4 triliun, kewajiban penjaminan negatif Rp1,12 triliun, dan pembiayaan lainnya Rp77,3 triliun.
Dengan kebutuhan pembiayaan tersebut, Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Kemenkeu Riko Amir mengatakan rasio utang pada 2022 akan mencapai 43,1% PDB. Angka itu naik dari posisi rasio utang saat ini yang sebesar 41,4% PDB.
Meski demikian, dia berharap implementasi sejumlah kebijakan termasuk UU HPP dapat berefek pada penurunan rasio utang pada tahun depan.
"Proyeksi [rasio utang] pada 2022 masih di kisaran 43,1%, tapi tentunya kami harap dapat turun dibandingkan dengan tahun 2021," ujarnya.
Riko mengatakan terdapat sejumlah ketentuan dalam UU HPP yang berpotensi menambah pendapatan negara. Misalnya mengenai program pengungkapan sukarela.
Kemudian, faktor lain yang juga diharapkan mampu menurunkan kebutuhan pembiayaan utang seperti penambahan pemanfaatan sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) dan realisasi belanja pada tahun berjalan. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.