Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono. (tangkapan layar Youtube BPK)
JAKARTA, DDTCNews – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berharap pencairan restitusi oleh Ditjen Pajak (DJP) semakin baik pada tahun-tahun mendatang.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2019 dinyatakan pada 29 Desember 2019, sudah diterbitkan SE-36/PJ/2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.
"Kami berharap panduan pada SE tersebut dapat membantu mempercepat proses pembayaran restitusi yang sedang berlangsung,” ujar Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono, Selasa (21/7/2020).
Agus mengatakan masalah restitusi yang muncul dari tahun ke tahun pada LHP atas LKPP lebih banyak karena masalah administrasi. Khusus pada 2019 lalu, BPK menemukan DJP tidak segera memproses pembayaran restitusi pajak yang telah terbit surat keputusan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (SKPKPP) senilai Rp11,62 triliun.
Pencairan restitusi yang terhambat akibat masalah administrasi ini menimbulkan adanya utang pemerintah kepada wajib pajak yang harus dibayarkan pada tahun berikutnya dan harus segera dibayarkan.
"Ini pemerintah seharusnya lebih bisa memitigasi karena akan ada masalah kalau restitusi ini tertunda," ujar Agus.
Dalam LHP atas LKPP 2019 masalah pencairan restitusi yang terlambat karena tiga hal. Pertama, wajib pajak terlambat menyampaikan nomor rekening dalam negeri. Hal ini menyebabkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) tidak dapat diterbitkan dan disampaikan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
Kedua, SKPKPP yang diterbitkan cenderung berdekatan dengan batas waktu pengajuan SPMKP yakni pada 16 Desember 2019. Akibatnya, SPMKP tidak dapat diterbitkan atau tidak dapat diterima oleh KPPN.
Ketiga, SPMKP yang diterbitkan ditolak oleh KPPN karena ada permasalah sistem dan tidak sempat lagi dilakukan pembetulan Surat Perintah Membayar (SPM). Pembetulan SPM tidak sempat dilakukan karena waktunya yang berdekatan dengan batas akhir penyampaian SPM akhir tahun.
Melalui SE-36/PJ/2019 yang baru berlaku tahun 2020 ini, DJP mengatur secara lebih tegas mengenai jangka waktu penerbitan SPMKP setelah terbitnya SKPKPP. "SE tersebut mengatur bahwa SPMKP diterbitkan paling lambat 5 hari kerja sejak SKPKPP diterbitkan," tulis BPK dalam LHP-nya.
Meski demikian, BPK masih menyorot bahwa SE ini tidak mengatur mengenai sanksi yang dikenakan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) bila KPP terlambat menerbitkan SPMKP, yakni melebihi 5 hari kerja. SE ini juga masih memberikan opsi yang dapat mengesampingkan batas waktu 5 hari kerja.
"Apabila wajib pajak belum menyampaikan rekening dalam negerinya saat SKPKPP diterbitkan tanpa nomor rekening maka 5 hari kerja baru dihitung sejak KPP menerima nomor rekening dalam negeri wajib pajak," tulis BPK. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.