CILACAP, DDTCNews – Menjamurnya tempat hiburan karaoke yang biasa diikuti dengan peningkatan penjualan minuman keras di Cilacap dalam setahun terakhir ternyata tidak diikuti oleh penerimaan pajak dari tempat-tempat hiburan tersebut.
Solekhan, Petugas Unit Pelayanan Teknis Badan Dinas Pendapatan dan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Wilayah Kroya, Cilacap, mengatakan setoran pajak dari tempat-tempat karaoke itu hanya terbilang ratusan ribu. Padahal, di Cilacap, tarif pajak hiburan dalam hal ini tempat karaoke ditetapkan 35% dari omzet.
“Upaya sudah kami lakukan, tapi memang ini belum sesuai ketentuan. Kami belum bisa menerapkan [memungut pajak dengan tarif 35%] itu, sehingga pajak yang kami terima dari tempat-tempat karaoke itu adalah pajak yang dibayar saja, yang jumlahnya memang hanya ratusan ribu,” katanya di Cilacap, Rabu (18/1)
Ketika ditanya kenapa pemda tidak melakukan tindakan yang lebih memaksa kepada pengelola tempat-tempat hiburan itu karena pemungutan pajak hiburan tersebut adalah amanat Peraturan Daerah Kab. Cilacap Nomor 18 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, Solekhan mengatakan situasi di lapangan kadang menyulitkan.
“Kalau petugas kami narik pajak itu seperti narik sumbangan atau ngemis. Padahal itu tugas dari negara untuk memungut pajak, tapi ya itu seperti orang ngemis. Bahkan kerap diperlakukan tidak semestinya oleh wajib pajak. Makanya kami berharap pengelola tempat karaoke memenuhi kewajiban pajaknya,” tambah Solekhan.
Ketika diingatkan bahwa Perda No.18/ 2010 yang sudah direvisi dengan Perda No.17/2012 dengan sangat jelas menyebut wajib pajak yang tidak menyampaikan atau salah mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) diancam penjara maksimal 2 tahun atau denda 2-4 kali pajak terutang, Solekhan tidak berkomentar.
Pada bagian lain, Fatoni (40), salah seorang warga setempat berharap agar pemerintah menutup tempat karaoke yang sudah meresahkan itu. “Lebih baik ditutup saja karaokenya. Sudah malas bayar pajak ganggu masyarakat lagi, harusnya diperiksa apa ada narkoba di situ,” katanya seperti dilansir radarbanyumas.co.id.
Menurut dia, yang dikhawatirkan masyarakat bukan hanya soal gangguan rasa nyaman setiap malam, namun juga soal dampak dari banyaknya para pemandu lagu yang berkeliaran dengan pakaian minim-minim. “Ini sudah seperti tempat prostitusi. Sudah pulangnya malam, sambil mabok dan bikin berisik,” katanya. (Amu/Gfa)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.