PROVINSI DKI JAKARTA

Tarif Pajak Hiburan 40 Persen, DPRD Minta Pemprov DKI Tinjau Ulang

Muhamad Wildan | Sabtu, 24 Februari 2024 | 10:00 WIB
Tarif Pajak Hiburan 40 Persen, DPRD Minta Pemprov DKI Tinjau Ulang

Ilustrasi. Pj Wali Kota Serang Yedi Rahmat (kanan) dibantu anggota Polisi Pamong Praja memasang pengumuman penutupan tempat hiburan Ioni di Kaligandu, Serang, Banten, Senin (29/1/2024). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/Spt.

JAKARTA, DDTCNews - DPRD DKI Jakarta meminta Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan kajian ulang terhadap tarif PBJT atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Anggota DPRD DKI Jakarta Jupiter mengatakan tarif PBJT yang terlalu tinggi berpotensi menimbulkan gelombang PHK oleh para pelaku usaha penyedia jasa hiburan.

"Masyarakat banyak yang terbantu karena adanya tempat hiburan tersebut, lalu jika pajaknya dinaikkan, tentu punya dampak yang kurang baik karena sepi pengunjung," kata Jupiter, dikutip Sabtu (24/2/2024).

Baca Juga:
Opsen Pajak Kendaraan Tidak Berlaku di Jakarta, Ternyata Ini Sebabnya

UU HKPD mengatur tarif PBJT yang berlaku di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa adalah sebesar 40% hingga 75%. Adapun Perda DKI Jakarta 1/2024 memberlakukan tarif PBJT sebesar 40%.

Sebagai perbandingan, pada aturan sebelumnya tarif pajak hiburan yang berlaku atas karaoke dan diskotek adalah sebesar 25%, sedangkan tarif yang berlaku atas panti pijat dan spa adalah sebesar 35%.

"Jika perda tersebut hanya dapat menguntungkan beberapa pihak saja, mungkin sebagai pemerintah terkait harus mengkaji secara menyeluruh dan melihat dampaknya secara lebih luas lagi," kata Jupiter.

Baca Juga:
Ratusan ASN Nunggak PBB, Pemda Gencarkan Penagihan dan Siapkan Sanksi

Adapun Anggota DPRD DKI Jakarta M Taufik Zoelkifli mengatakan tarif PBJT sebesar 40% seyogyianya hanya diberlakukan di tempat hiburan kalangan atas.

Menurutnya, tarif PBJT sebesar 40% tidak dapat diberlakukan secara pukul rata. "Jadi saya kira harus ditinjau ulang, artinya dicari ya pos-pos yang bisa dipajakin ya. Jadi pendapatan atau perusahaan yang memang konsumennya itu menengah ke atas," kata Taufik. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 14:00 WIB PROVINSI DAERAH KHUSUS JAKARTA

Opsen Pajak Kendaraan Tidak Berlaku di Jakarta, Ternyata Ini Sebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 12:30 WIB KABUPATEN PURWOREJO

Ratusan ASN Nunggak PBB, Pemda Gencarkan Penagihan dan Siapkan Sanksi

Selasa, 24 Desember 2024 | 10:00 WIB PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Antisipasi Dampak Opsen, Pemprov Kalbar Beri Keringanan Pajak

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak