KEBIJAKAN PAJAK

Tarif Pajak Dipangkas, SBN Bertenor Panjang Bakal Lebih Diminati

Dian Kurniati | Rabu, 10 Maret 2021 | 14:00 WIB
Tarif Pajak Dipangkas, SBN Bertenor Panjang Bakal Lebih Diminati

Direktur Surat Utang Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Deni Ridwan dalam sebuah webinar, Rabu (10/3/2021). (foto: hasil tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan meyakini penurunan tarif pajak penghasilan atas bunga obligasi dari 20% menjadi 10% seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 9/2021 bisa membuat obligasi Indonesia makin menarik bagi para investor.

Direktur Surat Utang Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Deni Ridwan berharap pemangkasan tarif pajak mampu menarik lebih banyak investor menanamkan dananya dalam surat berharga negara (SBN) dengan tenor lebih panjang.

"Harapannya dengan kami memberi insentif ini bisa mendorong masyarakat untuk menginvestasikan dananya dengan horizon yang lebih panjang karena kita membutuhkan pembiayaan jangka panjang untuk APBN ini," katanya dalam sebuah webinar, Rabu (10/3/2021).

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Deni menyebutkan kebanyakan masyarakat saat ini cenderung memilih menanamkan dananya pada instrumen investasi dengan tenor rendah, yakni di bawah 3 tahun. Berdasarkan data di perbankan, ia memperkirakan jumlahnya mencapai 70-80%.

Saat membeli obligasi negara pun, lanjutnya, masyarakat lebih memilih jenis SBN dengan tenor pendek, padahal APBN lebih membutuhkan pembiayaan dengan tenor panjang untuk proyek tertentu yang dikerjakan secara multiyears, terutama pada bidang infrastruktur.

Deni optimistis minat masyarakat membeli SBN dengan tenor panjang akan makin meningkat ke depannya. Dia juga berharap dukungan dari pihak lain untuk mendorong investor menanamkan modal pada SBN jangka panjang, seperti pengembangan pasar repo oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

PP 9/2021 tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha mengatur tarif PPh bunga obligasi dari 20% menjadi 10%. Terdapat tiga jenis bunga obligasi yang bisa mendapat fasilitas pemangkasan tarif PPh tersebut.

Pertama, bunga obligasi dengan kupon sebesar jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi. Kedua, diskonto obligasi dengan kupon sebesar selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan.

Ketiga, diskonto obligasi tanpa bunga sebesar selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra