Form 1721-A1
_x000D_JAKARTA, DDTCNews – Pemotong pajak yang tidak menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21/26 sesuai dengan ketentuan bisa dianggap tidak menyampaikan SPT dan dikenakan sanksi. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 10 ayat (1) Perdirjen Pajak No. PER-2/PJ/2024.
Pasal tersebut mengacu pada pemotong pajak yang diwajibkan membuat bukti pemotongan (bupot) PPh Pasal 21/26 dan SPT Masa PPh Pasal 21/26 dalam bentuk elektronik, tetapi tidak menyampaikan SPT PPh Masa Pasal 21/26 dalam bentuk dokumen elektronik.
“Pemotong pajak dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dalam hal pemotong pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), tetapi tidak menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik,” bunyi Pasal 10 ayat (1) PER-2/PJ/2024, dikutip pada Rabu (24/1/2024).
Berdasarkan Pasal 6 ayat (3) PER-2/PJ/2024, terdapat 4 kondisi yang membuat pemotong pajak wajib menggunakan bupot PPh Pasal 21/26 dan SPT Masa PPh Pasal 21/26 dalam bentuk dokumen elektronik.
Pertama, pemotong pajak membuat bupot PPh Pasal 21 yang tidak bersifat final atau PPh Pasal 26 - (Formulir 1721-VI) dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam 1 masa pajak.
Kedua, pemotong pajak membuat bupot PPh Pasal 21 yang bersifat final - (Formulir 1721-VII) dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam 1 masa pajak.
Ketiga, pemotong pajak membuat bupot PPh Pasal 21 Bulanan - (Formulir 1721-VIII) dan/atau bupot PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap atau pensiunan yang menerima uang terkait pensiun secara berkala - (Formulir 1721-A1) dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam 1 masa pajak.
nan
Keempat, pemotong pajak melakukan penyetoran pajak dengan surat setoran pajak (SSP) dan/atau bukti pemindahbukuan dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam 1 masa pajak.
Pemotong pajak yang memenuhi ketentuan tersebut wajib membuat dan melaporkan bupot serta SPT Masa PPh Pasal 21/26 dalam bentuk dokumen elektronik. Sedangkan, pemotong pajak yang tidak memenuhi ketentuan bisa memilih antara formulir kertas atau dokumen elektronik.
Lebih lanjut, pemotong pajak telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26 dalam bentuk dokumen elektronik maka tidak diperbolehkan lagi menyampaikannya dalam bentuk formulir kertas untuk masa-masa pajak berikutnya. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 9 PER-2/PJ/2024.
Berdasarkan Pasal 10 ayat (2) PER-2/PJ/2024, apabila pemotong pajak tidak mengindahkan ketentuan Pasal 9 tersebut maka bisa dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26. Dengan demikian, pemotong pajak tersebut juga dapat dikenakan sanksi.
“Pemotong Pajak yang tidak menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada [Pasal 10] ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,” bunyi Pasal 10 ayat (3) PER-2/PJ/2024. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.