UU HPP

Tak Penuhi Komitmen Repatriasi, WP Bisa Kena Tambahan PPh Final

Redaksi DDTCNews | Senin, 11 Oktober 2021 | 16:00 WIB
Tak Penuhi Komitmen Repatriasi, WP Bisa Kena Tambahan PPh Final

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menetapkan ketentuan beban pajak tambahan bagi peserta program pengungkapan sukarela harta bersih yang tidak memenuhi komitmen repatriasi dan investasi.

Merujuk pada Pasal 12 ayat (4) UU HPP, disebutkan adanya tambahan PPh final bagi peserta yang tidak memenuhi komitmen repatriasi dan investasi yang dicantumkan dalam surat pemberitahuan pengungkapan harta bersih. Tambahan beban pajak tersebut berlaku efektif pada tahun depan.

"Dalam hal ketentuan … tidak dipenuhi oleh wajib pajak yang menyatakan mengalihkan dan/atau menginvestasikan harta bersih … atas bagian harta bersih yang tidak memenuhi ketentuan tersebut diperlakukan sebagai penghasilan yang bersifat final pada tahun pajak 2022...," tulis Pasal 12 ayat (4) UU HPP, Senin (11/10/2021).

Baca Juga:
Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Pemerintah memberikan dua opsi kepada wajib pajak yang gagal memenuhi komitmen pada program pengungkapan sukarela harta bersih yaitu diberikan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) atau sukarela menyetorkan PPh terutang dengan tarif yang lebih rendah.

Untuk skema pertama dengan penerbitan SKPKB terdapat 4 kelompok tarif PPh final bagi wajib pajak yang tidak memenuhi komitmen repatriasi dan investasi. Pertama, tarif 4,5% yang berlaku bagi harta bersih di dalam NKRI, tetapi tidak diinvestasikan pada hilirisasi SDA atau energi terbarukan dan/atau surat berharga negara (SBN).

Kedua, tarif 4,5% atas harta bersih yang berada di luar negeri, tetapi tak diinvestasikan pada hilirisasi SDA atau energi terbarukan dan/atau SBN. Ketiga, tarif PPh final sebesar 6,5% untuk harta bersih tetapi tidak dialihkan ke wilayah NKRI.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Keempat, tarif 8,5% untuk harta luar negeri, tetapi tidak dialihkan ke dalam wilayah NKRI dan tidak diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan SDM atau sektor energi terbarukan di wilayah NKRI dan/atau SBN.

Sementara itu, skema tarif PPh final kedua dengan cara menyetorkan sendiri PPh terutang memiliki empat kelompok tarif yang lebih rendah dibandingkan dengan penerbitan SKPKB dari DJP. Tarif 3% berlaku atas harta bersih di wilayah NKRI yang diinvestasikan pada hilirisasi SDA atau energi terbarukan dan/atau SBN.

Kedua, kelompok tarif PPh sebesar 3% yang berlaku bagi wajib pajak yang tidak memenuhi ketentuan atas harta bersih di luar negeri dan diinvestasikan pada hilirisasi SDA atau energi terbarukan dan/atau SBN.

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Keempat, kelompok PPh final sebesar 5%. Tarif ini berlaku pada wajib pajak yang tidak memenuhi ketentuan atas harta bersih yang berada di luar negeri dan tidak diinvestasikan pada hilirisasi SDA atau energi terbarukan dan/atau SBN.

"… dalam hal wajib pajak atas kehendak sendiri mengungkapkan penghasilan tersebut dan menyetorkan sendiri pajak penghasilan yang terutang," bunyi Pasal 12 ayat (4) huruf b UU HPP. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?