KOTA SEMARANG

Tak Lagi Progresif, Tarif PBB di Kota Ini Akhirnya Dinaikkan

Muhamad Wildan | Minggu, 14 Januari 2024 | 08:30 WIB
Tak Lagi Progresif, Tarif PBB di Kota Ini Akhirnya Dinaikkan

Ilustrasi.

SEMARANG, DDTCNews - Tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) di Kota Semarang ditetapkan naik dari awalnya sebesar 0,1% dan 0,2% menjadi sebesar 0,3% seiring dengan diterbitkannya Perda No. 10/2023

Pemkot Semarang menjelaskan Perda 10/2023 diterbitkan dalam rangka menyesuaikan ketentuan pajak dan retribusi di daerah dengan UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).

"Tarif PBB-P2 ditetapkan sebesar 0,3%," bunyi Pasal 8 ayat (1) Perda 10/2023, dikutip pada Minggu (14/1/2024).

Baca Juga:
Senator Minta Penumpang Pesawat Kelas Ekonomi Tak Dipungut Travel Tax

Walau demikian, tarif PBB atas objek berupa lahan produksi pangan dan ternak ditetapkan sebesar 0,15%. Dengan ditetapkannya Perda 10/2023 tersebut, tarif PBB di Kota Semarang tidak lagi bersifat progresif.

Sebagai perbandingan, tarif PBB sebesar 0,1% dan 0,2% dikenakan dengan mempertimbangkan nilai jual objek pajak (NJOP).

Objek PBB dengan NJOP hingga Rp1 miliar dikenai PBB sebesar 0,1% dan objek PBB dengan NJOP di atas Rp1 miliar dikenai PBB sebesar 0,2%. Mengingat Perda 13/2011 telah dicabut melalui Perda 10/2023, tarif progresif dalam perda lama menjadi tidak berlaku.

Baca Juga:
Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Untuk diperhatikan, Perda 10/2023 telah diundangkan pada 29 Desember 2023 dan dinyatakan berlaku mulai 1 Januari 2024.

Meski tarif PBB progresif telah dihapuskan, pemkot memiliki ruang untuk menetapkan bagian NJOP yang menjadi dasar pengenaan PBB. Sesuai Pasal 7 ayat (1) Perda 10/2023, dasar pengenaan PBB adalah 20% hingga 100% NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak.

Bagian NJOP yang dikenai PBB ditentukan dengan mempertimbangkan kenaikan NJOP hasil penilaian, bentuk pemanfaatan objek pajak, dan klasterisasi NJOP dalam satu wilayah kota. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

Jaga Inflasi pada Kisaran 2,5 Persen, Pemerintah Beberkan Strateginya

Sabtu, 01 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu