KELAS PPH

Sumbangan sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak di Berbagai Negara

Redaksi DDTCNews | Selasa, 07 April 2020 | 10:49 WIB
Sumbangan sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak di Berbagai Negara

DALAM konteks Indonesia, Pasal 6 ayat (1) huruf ‘i’ sampai huruf ‘m’ UU No 36 Tahun 2008 (UU PPh) menyatakan bahwa besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk berbagai sumbangan berikut ini.

Yaitu, (i) sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, (ii) sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia, (iii) biaya pembangunan infrastruktur sosial, (iv) sumbangan fasilitas Pendidikan, dan (v) sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga, yang semuanya diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 93 Tahun 2010 juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76 Tahun 2011.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh, terhadap sumbangan selain 5 jenis sumbangan tersebut di atas serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, tidak boleh diperlakukan sebagai pengurang penghasilan bruto untuk menentukan penghasilan kena pajak

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Bagaimana dengan perlakuan sumbangan atau amal sebagai pengurang penghasilan kena pajak di negara lain?

Antara satu negara dengan negara lain mempunyai ketentuan yang berbeda. Ada negara yang menjadikannya pengurang penghasilan bruto secara penuh, ada pula negara yang menetapkan syarat atau batasan tertentu agar kontribusi ini bisa menjadi pengurang.

Meskipun diterapkan secara berbeda, hasil survei menunjukkan, kecuali Swedia, hampir semua negara telah menerapkan sumbangan atau amal sebagai pengurang penghasilan bruto. Adapun tujuan utama yang ingin dicapai dari penetapan ini adalah agar wajib pajak terdorong untuk melakukan kegiatan amal.

Baca Juga:
Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Di Amerika Serikat, sumbangan atau amal yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto memiliki cakupan yang luas, mulai dari sumbangan untuk agama, budaya, hingga pendidikan. Bahkan, sumbangan atau amal kepada organisasi yang memenuhi syarat dapat dikurangi hingga 50% dari penghasilan wajib pajak.

Begitu pula di Kanada. Di negara ini, wajib pajak orang pribadi diperbolehkan mengurangi sumbangan atau amal hingga 75% dari penghasilan bruto mereka. Ketentuan yang sama juga berlaku di Australia walaupun terdapat beberapa batasan atas jenis sumbangan atau amal tertentu serta organisasi yang menerimanya.

Sementara itu, beberapa negara menerapkan batasan yang jauh lebih “ketat”. Sebagai contoh, di Jepang, sumbangan atau amal dapat menjadi pengurang penghasilan bruto selama biaya itu tidak melebihi 25% dari penghasilan wajib pajak. Syarat lainnya, sumbangan atau amal tersebut harus diberikan kepada lembaga pemerintah atau sejumlah organisasi umum terbatas yang disetujui pemerintah.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Batasan yang sama juga diterapkan di Rusia. Di negara ini, sumbangan atau amal yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto terbatas pada sumbangan atau amal yang dibayarkan kepada institusi pendidikan, kebudayaan, penelitian, atau kesehatan. Selain itu, pengurangan ini juga tidak boleh melebihi 25% dari total penghasilan wajib pajak dalam satu tahun pajak.

Di Belanda, sumbangan yang dapat dikurangkan tidak boleh melebihi 10% dari penghasilan, sedangkan di Jerman batasannya adalah 5% dari penghasilan wajib pajak.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?