BERITA PAJAK HARI INI

Sri Mulyani: Pemerintah Tidak Kenakan Pajak Sembako Pasar Tradisional

Redaksi DDTCNews | Selasa, 15 Juni 2021 | 08:00 WIB
Sri Mulyani: Pemerintah Tidak Kenakan Pajak Sembako Pasar Tradisional

Ilustrasi. Pedagang menata karung-karung berisi beras yang dijual di Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (10/6/2021). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemerintah tidak mengenakan pajak sembako yang dijual di pasar tradisional. Pernyataan tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (15/6/2021).

Melalui sebuah unggahan di Instagram, Sri Mulyani mengaku bertemu dengan salah satu pedagang salah satu pasar di Kebayoran yang khawatir setelah membaca berita tentang pajak sembako. Pedagang tersebut mengaku khawatir pengenaan pajak akan menaikkan harga jual.

“Saya jelaskan pemerintah tidak mengenakan pajak sembako yang dijual di pasar tradisional yang menjadi kebutuhan masyarakat umum,” ujar Sri Mulyani.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Dia mengatakan pajak tidak asal dipungut untuk penerimaan negara, tetapi disusun untuk melaksanakan asas keadilan. Dia memberi contoh beras petani seperti Cianjur, rojolele, pandan wangi yang merupakan bahan pokok dan dijual di pasar tradisional tidak dipungut pajak pertambahan nilai (PPN).

“Namun, beras premium impor seperti beras basmati, beras shirataki, yang harganya bisa 5-10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas, seharusnya dipungut pajak,” tegas Sri Mulyani.

Selain mengenai rencana perubahan kebijakan PPN, ada pula bahasan tentang pengesahan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan Singapura. Ada pula bahasan terkait dengan terbitnya petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional penyuluh pajak.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Asas Keadilan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga memberi contoh daging sapi premium yang harganya 1-15 kali lipat dari harga daging sapi biasa seharusnya mendapat perlakuan pajak berbeda dengan bahan kebutuhan pokok rakyat banyak.

“Itu asas keadilan dalam perpajakan, di mana yang lemah dibantu dan dikuatkan dan yang kuat membantu dan berkontribusi,” katanya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan
  • Lebih Tepat Sasaran

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan pemerintah akan membedakan perlakuan pajak antara barang kebutuhan pokok yang dikonsumsi masyarakat secara umum dan barang yang bersifat premium.

Perubahan kebijakan ini bertujuan agar pemberian fasilitas PPN lebih tepat sasaran. Pasalnya, saat ini, semua barang kebutuhan pokok yang tercantum dalam Pasal 4A ayat (2) huruf b dikecualikan dari PPN tanpa memperhatikan konsumennya. Simak pula ‘Pengurangan Pengecualian PPN Tidak Langsung Naikkan Harga Barang’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • P3B Indonesia dan Singapura

Presiden Joko Widodo resmi mengesahkan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan Singapura. Pengesahan ditandai dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) 35/2021 yang telah ditetapkan dan diundangkan pada 11 Mei 2021.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

“Pemerintah RI dan Pemerintah Singapura telah menyepakati persetujuan baru di bidang perpajakan untuk mengeliminasi pajak berganda sehubungan dengan pajak-pajak atas penghasilan dan pencegahan pengelakan dan penghindaran pajak," bunyi bagian pertimbangan Perpres 35/2021.

Adapun Pemerintah Indonesia dan Singapura telah mencapai kesepakatan dalam negosiasi untuk memperbarui perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaty pada Selasa, 4 Februari 2020. Simak pula ‘Resmi Diperbarui, Presiden Jokowi Sahkan P3B Indonesia dan Singapura’. (DDTCNews)

  • Penyuluh Pajak

Pemerintah menerbitkan peraturan mengenai petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional penyuluh pajak. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 58/2021. Pemerintah mengatakan telah dibentuk jabatan fungsional penyuluh pajak berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 49/2020.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

“Berkenaan dengan pembinaan profesi dan karier jabatan fungsional penyuluh pajak …, perlu ditetapkan petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional penyuluh pajak oleh pimpinan instansi pembina jabatan fungsional penyuluh pajak,” demikian salah satu pertimbangan dalam PMK 58/2021. (DDTCNews)

  • Email Blast

DJP telah mengirimkan informasi mengenai PPN sembako dan jasa pendidikan kepada jutaan wajib pajak melalui surat elektronik (email).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan kantor pusat DJP menargetkan 13 juta wajib pajak akan mendapatkan surat elektronik yang berisi penjelasan salah satu isu dalam rancangan revisi UU KUP tersebut. Pengiriman akan dilakukan secara bertahap.

“Ini masih menunggu angka tersebut [13 juta wajib pajak], ongoing process," katanya. Simak pula ‘Begini Rencana DJP dalam Memungut PPN Jasa Pendidikan’. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

16 Juni 2021 | 23:32 WIB

saya sangat setuju dengan kebijakan PPN atas sembako premium yang umumnya itu dikonsumsi oleh masyarakat kelas atas, hanya saran kepada pemerintah untuk lebih aktif lagi mensosialisasikan kebijakan dan maksudnya secara sederhana dan mudah dimengerti oleh masyrakata umum, karena sepertinya masih banyak masyarakat yang membaca highlight berita dan langsung menyimpulkan sendiri tanpa menerjemahkan maksud dan isi sebenarnya dari kebijakan tersebut. Semoga kedepannya Indonesia lebih maju lagi

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?