BERITA PAJAK HARI INI

Soal Skema Baru Sanksi Administrasi Pajak, DJP: Ada Masa Transisi

Redaksi DDTCNews | Jumat, 13 November 2020 | 08:12 WIB
Soal Skema Baru Sanksi Administrasi Pajak, DJP: Ada Masa Transisi

Ilustrasi. Gedung DJP.

JAKARTA, DDTCNews – Hingga saat ini, pengenaan sanksi administrasi pajak masih belum menggunakan skema baru dengan patokan suku bunga acuan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (13/11/2020).

Implementasi skema baru sanksi administrasi pajak yang diatur dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana diubah dengan UU Cipta Kerja akan menunggu aturan turunannya, baik peraturan pemerintah (PP) maupun peraturan menteri keuangan (PMK).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan tidak hanya sanksi administrasi, implementasi perubahan seluruh ketentuan pada klaster perpajakan UU Cipta Kerja masih akan menunggu terbitnya aturan turunan.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

"[Untuk implementasi] kami menunggu PP-nya," katanya Hestu.

Selain implementasi pengenaan sanksi administrasi, ada pula bahasan mengenai temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pembayaran angsuran PPh Pasal 25 lebih awal. Angsuran untuk 2020 dihitung sebagai bagian dari penerimaan 2019. Kemudian, ada bahasan tentang pemanfaatan insentif.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah
  • Masa Transisi

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan perubahan skema sanksi administrasi pajak tidak serta merta langsung diimplementasikan saat UU 11/2020 diundangkan. Pemerintah, sambungnya, akan tetap mengeluarkan panduan masa transisi.

“Nanti akan diatur untuk masa transisinya," ungkapnya.

Sebagai informasi, pemerintah mengubah skema pengenaan sanksi administrasi pajak melalui UU Cipta Kerja. Skema sanksi administrasi dalam perubahan UU KUP pada UU Cipta Kerja menggunakan acuan suku bunga yang berlaku ditambah dengan persentase tertentu.

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Terkait dengan detail perubahan UU KUP, UU Pajak Penghasilan (PPh), dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang masuk dalam klaster perpajakan UU Cipta Kerja dapat dilihat pada artikel ‘UU Cipta Kerja Terbit, Download Perubahan 3 UU Pajak di Sini’. (DDTCNews)

  • Percepatan Pembayaran PPh Pasal 25

Pada 20 Kanwil DJP yang diperiksa oleh BPK, pembayaran PPh Pasal 25 tercatat naik dari Rp4,61 triliun pada November 2019 menjadi Rp14,01 triliun pada Desember 2019. Peningkatan nilai pada Desember 2019, sesuai dengan hasil pemeriksaan, disebabkan adanya pembayaran angsuran PPh Pasal 25 lebih dari sekali.

Pengujian atas pembayaran PPh Pasal 25 Januari dan Februari 2020 berdasarkan data Modul Penerimaan Negara (MPN) menunjukkan wajib pajak yang sudah membayar 2 kali pada Desember 2019 tidak tidak lagi membayar angsuran PPh Pasal 25 pada Januari 2020.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

"Hal tersebut mengindikasikan adanya percepatan pembayaran PPh Pasal 25 yang berdampak pada total penerimaan pajak tahun 2019," tulis BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Sistem Pengendalian Intern (SPI) Kementerian Keuangan Tahun 2019.

  • Perbedaan Perlakuan

Ketika dikonfirmasi oleh BPK, DJP menjelaskan pembayaran angsuran PPh Pasal 25 masa pajak Desember 2019 yang dibayarkan pada bulan tersebut terdiri pembayaran PPh Pasal 25 di awal senilai Rp2,22 triliun dan pembayaran karena dinamisasi dan kesukarelaan wajib pajak senilai Rp6,18 triliun.

BPK menilai secara administrasi, pembayaran angsuran PPh Pasal 25 lebih awal dari jatuh tempo tidak melanggar ketentuan. Hanya saja, DJP seharusnya memberikan perlakuan yang berbeda antara penerimaan pajak tahun pajak 2019 dan penerimaan pajak tahun pajak 2020. Simak artikel ‘Pembayaran Angsuran PPh Pasal 25 Lebih Awal Jadi Temuan BPK’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis
  • Insentif Pajak

Realisasi pemanfaatan insentif pajak hingga awal November 2020 senilai Rp38,13 triliun atau 31,6% dari pagu senilai Rp120,6 triliun. Insentif pajak dimanfaatkan sebanyak 211.476 wajib pajak di luar dari wajib pajak UMKM. Simak pula artikel ‘Lihat Risiko Shortfall Pajak, Sri Mulyani Otak-Atik Lagi Pagu Insentif’.

Ada 4 sektor yang mendominasi pemanfaatan insentif pajak. Pada sektor perdagangan ada 99.007 perusahaan atau 46,82%. Kemudian, pada industri pengolahan atau manufaktur sebanyak 40.905 perusahaan atau 19,34%. Selanjutnya, usaha konstruksi dan real estat sebanyak 14.653 perusahaan atau 6,93% dan asa perusahaan sebanyak 13.454 perusahaan atau 6,34%. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • PNBP untuk Akuntan Asing

Pemerintah menetapkan dua jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang dikenakan terhadap akuntan profesional asing melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 62/2020.

Baca Juga:
Usai Setor PPh Final PHTB, WP Jangan Lupa Ajukan Penelitian Formal

Dalam PP 62/2020 disebutkan, Menteri Keuangan memiliki tugas untuk merumuskan kebijakan sektor keuangan sebagai regulator profesi keuangan. Untuk itu, perlu dilakukan perubahan pada jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Keuangan.

Pada lampiran PP 62/2020 disebutkan, biaya perizinan untuk register akuntan profesional asing senilai Rp9 juta per orang. Izin tersebut berlaku selama 3 tahun. Selanjutnya, biaya perpanjangan atas register akuntan profesional asing senilai Rp8,5 juta per orang. Perpanjangan register tersebut juga berlaku selama 3 tahun. (DDTCNews)

  • Serapan Belanja

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah pusat dan daerah akan mengejar realisasi belanja pada APBN dan APBD hingga akhir tahun. Menurutnya, penyerapan anggaran yang maksimal juga akan mempercepat pemulihan ekonomi nasional dari tekanan Covid-19.

"APBN dan APBD pada kuartal IV ini ada lebih dari Rp1.200 triliun sendiri. Tergantung penyerapan dan penggunaannya karena dengan dana tersebut pemulihan bisa terjaga," katanya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN