Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka sidang kabinet, Senin (2/11/2020). (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai perpanjangan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) atau pembebasan bea masuk bagi negara-negara berkembang oleh Amerika Serikat (AS) akan membantu upaya pemulihan ekonomi Indonesia.
Jokowi mengatakan perpanjangan GSP akan otomatis membuat Indonesia memiliki kesempatan ekspor yang lebih besar ke AS. Dengan keunggulan itu, dia berharap akan banyak investor yang datang dan membangun pabrik di Indonesia.
"Ini menjadi kesempatan karena kita adalah satu-satunya negara di Asia yang mendapat fasilitas ini. Kami harapkan ekspor akan bisa naik, melompat, syukur-syukur ini digunakan sebagai kesempatan untuk menarik investasi," katanya saat membuka sidang kabinet, Senin (2/11/2020).
Jokowi mengatakan pemerintah harus memperbaiki kinerja ekonomi yang tertekan akibat pandemi Covid-19 dengan catatan pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 terkontraksi 5,32%. Pada kuartal III/2020, dia memperkirakan ekonomi masih akan minus 3%. SImak artikel ‘Resesi, Ini Proyeksi Jokowi Soal Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III/2020’.
Jokowi telah memerintahkan para menterinya untuk memperkuat daya beli masyarakat sehingga konsumsi lebih baik. Selain itu, dia juga ingin kinerja ekspor dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi terus diperkuat.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan telah menyasar sejumlah produk yang ekspornya akan digencarkan ke AS. Dengan fasilitas GSP, dia optimistis ekspor Indonesia ke AS akan lebih kompetitif dibandingkan dengan Thailand.
"Kemudahan ini harus dapat dimanfaatkan secara strategis oleh sektor industri dalam negeri untuk meningkatkan akses produk Indonesia ke pasar AS," ujarnya.
Sejak Maret 2018, AS me-review beberapa produk ekspor Indonesia yang mendapatkan fasilitas GSP. Pada hasil review pertama, AS mencabut fasilitas GSP untuk produk stearic acid karena share ekspor Indonesia telah mencapai 50,18% dari total impor keseluruhan AS atas produk tersebut.
Sementara itu, hasil review yang diumumkan pada 30 Oktober 2020 memutuskan AS tetap memberikan fasilitas GSP untuk beberapa produk asal Indonesia, seperti kalung emas, tikar rotan, dan tikar dari tumbuhan lainnya.
Menurut Agus, pemerintah akan memanfaatkan fasilitas GSP dari AS untuk meningkatkan volume dan nilai ekspor nasional. Pada 2019, ekspor Indonesia ke AS yang menggunakan fasilitas GSP mencapai US$2,6 miliar atau meningkat sebesar 18,2% jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Ekspor produk GSP Indonesia pada periode tersebut menyumbang 13,1% dari total ekspor Indonesia ke AS yang senilai US$20,1 miliar. Dia memproyeksi fasilitas GSP telah menghemat sekitar US$92 juta biaya bea masuk bagi produk Indonesia ke AS pada 2019.
Saat itu, Indonesia menjadi negara asal impor GSP terbesar setelah Thailand. Oleh karena itu, perpanjangan fasilitas GSP akan dimanfaatkan untuk meningkatkan pangsa pasar bagi produk-produk yang selama ini diisi oleh Thailand.
Pasalnya, hasil review menyatakan ada beberapa produk ekspor Thailand yang tidak lagi mendapatkan fasilitas GSP dari AS.
Beberapa produk Indonesia yang berpeluang untuk ditingkatkan pangsa pasarnya di AS misalnya pompa bahan bakar/pelumas, kacamata, sepeda motor dengan piston, wastafel/bak cuci, papan/panel/konsol/meja, sekrup dan baut, alat kelengkapan pipa dari tembaga, perangkat makan, serta bingkai kayu untuk lukisan. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.