KEPABEANAN

Soal Perpanjangan GSP Amerika Serikat, Ini Pesan Jokowi

Dian Kurniati | Senin, 02 November 2020 | 18:16 WIB
Soal Perpanjangan GSP Amerika Serikat, Ini Pesan Jokowi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka sidang kabinet, Senin (2/11/2020). (tangkapan layar Youtube)

JAKARTA, DDTCNews – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai perpanjangan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) atau pembebasan bea masuk bagi negara-negara berkembang oleh Amerika Serikat (AS) akan membantu upaya pemulihan ekonomi Indonesia.

Jokowi mengatakan perpanjangan GSP akan otomatis membuat Indonesia memiliki kesempatan ekspor yang lebih besar ke AS. Dengan keunggulan itu, dia berharap akan banyak investor yang datang dan membangun pabrik di Indonesia.

"Ini menjadi kesempatan karena kita adalah satu-satunya negara di Asia yang mendapat fasilitas ini. Kami harapkan ekspor akan bisa naik, melompat, syukur-syukur ini digunakan sebagai kesempatan untuk menarik investasi," katanya saat membuka sidang kabinet, Senin (2/11/2020).

Baca Juga:
Jaga Inflasi pada Kisaran 2,5 Persen, Pemerintah Beberkan Strateginya

Jokowi mengatakan pemerintah harus memperbaiki kinerja ekonomi yang tertekan akibat pandemi Covid-19 dengan catatan pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 terkontraksi 5,32%. Pada kuartal III/2020, dia memperkirakan ekonomi masih akan minus 3%. SImak artikel ‘Resesi, Ini Proyeksi Jokowi Soal Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III/2020’.

Jokowi telah memerintahkan para menterinya untuk memperkuat daya beli masyarakat sehingga konsumsi lebih baik. Selain itu, dia juga ingin kinerja ekspor dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi terus diperkuat.

Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan telah menyasar sejumlah produk yang ekspornya akan digencarkan ke AS. Dengan fasilitas GSP, dia optimistis ekspor Indonesia ke AS akan lebih kompetitif dibandingkan dengan Thailand.

Baca Juga:
Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

"Kemudahan ini harus dapat dimanfaatkan secara strategis oleh sektor industri dalam negeri untuk meningkatkan akses produk Indonesia ke pasar AS," ujarnya.

Sejak Maret 2018, AS me-review beberapa produk ekspor Indonesia yang mendapatkan fasilitas GSP. Pada hasil review pertama, AS mencabut fasilitas GSP untuk produk stearic acid karena share ekspor Indonesia telah mencapai 50,18% dari total impor keseluruhan AS atas produk tersebut.

Sementara itu, hasil review yang diumumkan pada 30 Oktober 2020 memutuskan AS tetap memberikan fasilitas GSP untuk beberapa produk asal Indonesia, seperti kalung emas, tikar rotan, dan tikar dari tumbuhan lainnya.

Baca Juga:
Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Menurut Agus, pemerintah akan memanfaatkan fasilitas GSP dari AS untuk meningkatkan volume dan nilai ekspor nasional. Pada 2019, ekspor Indonesia ke AS yang menggunakan fasilitas GSP mencapai US$2,6 miliar atau meningkat sebesar 18,2% jika dibandingkan tahun sebelumnya.

Ekspor produk GSP Indonesia pada periode tersebut menyumbang 13,1% dari total ekspor Indonesia ke AS yang senilai US$20,1 miliar. Dia memproyeksi fasilitas GSP telah menghemat sekitar US$92 juta biaya bea masuk bagi produk Indonesia ke AS pada 2019.

Saat itu, Indonesia menjadi negara asal impor GSP terbesar setelah Thailand. Oleh karena itu, perpanjangan fasilitas GSP akan dimanfaatkan untuk meningkatkan pangsa pasar bagi produk-produk yang selama ini diisi oleh Thailand.

Baca Juga:
Seluruh K/L Diminta Usulkan Revisi Belanja Paling Lambat 14 Februari

Pasalnya, hasil review menyatakan ada beberapa produk ekspor Thailand yang tidak lagi mendapatkan fasilitas GSP dari AS.

Beberapa produk Indonesia yang berpeluang untuk ditingkatkan pangsa pasarnya di AS misalnya pompa bahan bakar/pelumas, kacamata, sepeda motor dengan piston, wastafel/bak cuci, papan/panel/konsol/meja, sekrup dan baut, alat kelengkapan pipa dari tembaga, perangkat makan, serta bingkai kayu untuk lukisan. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

Jaga Inflasi pada Kisaran 2,5 Persen, Pemerintah Beberkan Strateginya

Sabtu, 01 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Simak! Ini Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit 1 Bulan Terakhir

Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

Jaga Inflasi pada Kisaran 2,5 Persen, Pemerintah Beberkan Strateginya

Sabtu, 01 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?