JAKARTA, DDTCNews – Perbedaan data transaksi yang dimiliki Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan data yang dimiliki Google memaksa Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani turun tangan.
Sri Mulyani meminta Google untuk kooperatif dalam memberikan verifikasi data transaksi keuangannya yang berasal dari Indonesia. Pasalnya, data tersebut penting sebagai basis perhitungan besaran pajak yang harus dibayarkan perusahaan teknologi Amerika Serikat (AS) tersebut.
"Pada akhirnya kita akan katakan yang bisa dipegang adalah verified data mana yang bisa gambarkan transaksi yang legitimate atau value yang kredibel," ujarnya di Jakarta, Kamis (22/12).
Proses penetapan pajak final (settlement) antara pemerintah dan Google sebelumnya dinyatakan gagal akibat tidak adanya nilai tunggakan pajak yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Di satu sisi, Sri Mulyani tetap menghormati aktivitas bisnis dan investasi Google yang telah menciptakan nilai tambah kepada perekonomian nasional. Sebab, Google melalui teknologi dan aplikasinya juga dinilainya telah memberikan banyak manfaat kepada masyarakat.
Namun di sisi lain, Indonesia juga memiliki hak untuk memperoleh penerimaan pajak dari penciptaan nilai tambah ekonomi yang berasal dari Indonesia.
"Pada prinsipnya, pemerintah terbuka terhadap aktivitas semua perusahaan. Namun, dari sisi hak negara dan kewajiban untuk membayar pajak kita tentu ingin bahwa itu dilakukan secara adil dan penuh dengan kepatuhan," ujarnya. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.