KAMUS PAJAK

Siapa Itu Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah?

Nora Galuh Candra Asmarani | Selasa, 02 Juni 2020 | 10:11 WIB
Siapa Itu Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah?

INSENTIF pajak untuk wajib pajak terdampak Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tidak hanya diberikan di bidang pajak penghasilan (PPh), tetapi juga pajak pertambahan nilai (PPN).

Insentif PPN diberikan kepada wajib pajak (WP) yang termasuk 431 klasifikasi usaha (KLU) dalam lampiran huruf I PMK 44/2020 atau termasuk WP Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) atau WP kawasan berikat dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN lebih bayar restitusi paling banyak Rp5 miliar.

Adapun WP yang memenuhi ketentuan itu berhak mendapat insentif berupa pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak (restitusi dipercepat) sebagai PKP berisiko rendah sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (4c) UU PPN. Lantas sebenarnya apa yang dimaksud dengan PKP berisiko rendah?

Baca Juga:
Update 2024, Apa Itu Pemindahbukuan (Pbk)?

Definisi
KETENTUAN mengenai PKP berisiko rendah tercantum dalam Pasal 9 ayat (4c) UU PPN dan Pasal 17C ayat (1) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Namun, kedua pasal tersebut tidak memberikan penjabaran secara eksplisit mengenai definisi dari PKP berisiko rendah.

Kendati demikian, merujuk pada Pasal 9 ayat (4c) UU PPN, dapat diketahui bahwa PKP berisiko rendah merupakan salah satu pihak yang berhak untuk mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pajak masukan (restitusi) pada setiap masa pajak.

Pengembalian kelebihan pajak masukan tersebut dilakukan dengan skema restitusi dipercepat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C ayat (1) UU KUP. Definisi serupa tercantum dalam Pasal 1 angka 10 PMK 39/2018 yang mendefinisikan PKP berisiko rendah sebagai berikut:

Baca Juga:
Restitusi Dipercepat Era Coretax Dapat Diteliti Otomatis oleh Sistem

“Pengusaha kena pajak yang melakukan kegiatan tertentu dan telah ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak berisiko rendah yang selanjutnya disebut dengan pengusaha kena pajak berisiko rendah adalah pengusaha kena pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN.”

Sesuai dengan Pasal 17C ayat (1) UU KUP, Dirjen Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN dari WP kriteria tertentu, harus menerbitkan surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima lengkap.

Jangka waktu restitusi tersebut lebih cepat ketimbang proses restitusi wajib pajak umum yang memakan waktu hingga 12 bulan. Kendati demikian, Pasal 17C ayat (4) UU KUP mengamanatkan DJP berwenang untuk kemudian hari memeriksa penerima restitusi dipercepat, meski proses restitusi sudah dilakukan.

Baca Juga:
Pedagang Besar Farmasi Bisa Jadi PKP Berisiko Rendah, Ini Aturannya

Pengembalian Pendahuluan
KETENTUAN terperinci tentang PKP berisiko rendah ada pada Pasal 13 ayat 1 PMK 117/2019. PMK ini menyatakan PKP yang melakukan kegiatan tertentu dan ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah diberikan pengembalian pendahuluan atas kelebihan pembayaran PPN pada setiap masa pajak.

Adapun kegiatan tertentu yang dimaksud meliputi lima hal. Pertama, ekspor barang kena pajak (BKP) berwujud. Kedua, penyerahan BKP dan/atau penyerahan jasa kena pajak (JKP) kepada pemungut PPN. Ketiga, penyerahan BKP/JKP yang PPN-nya tidak dipungut.

Keempat, ekspor BKP tidak berwujud. Kelima, ekspor JKP. Secara lebih terperinci, Pasal 13 ayat (2) PMK 117/2019 menjabarkan terdapat 9 pihak yang dapat ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah.

Baca Juga:
Simak! 6 Alasan Ini yang Bikin Penetapan WP Kriteria Tertentu Dicabut

Pertama, perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. Kedua, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketiga, PKP yang ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan menteri keuangan terkait. Keempat, PKP yang telah ditetapkan sebagai operator ekonomi bersertifikat (authorized economic operator) sesuai dengan ketentuan dalam peraturan menteri keuangan terkait.

Kelima, pabrikan atau produsen—selain PKP pertama hingga keempat—yang memiliki tempat untuk melakukan kegiatan produksi. Keenam, PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp1 miliar.

Baca Juga:
WP Tertentu Bisa Manfaatkan Restitusi Dipercepat, Begini Kriterianya

Ketujuh, pedagang besar farmasi yang memiliki sertifikat distribusi farmasi atau izin pedagang besar farmasi dam sertifikat cara distribusi obat yang baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kedelapan, distributor alat kesehatan yang memiliki sertifikat distribusi alat kesehatan atau izin penyalur alat kesehatan dan sertifikat cara distribusi alat kesehatan yang baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kesembilan, perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh BUMN dengan kepemilikan saham lebih dari 50% yang laporan keuangannya dikonsolidasikan dengan laporan keuangan BUMN induk sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Baca Juga:
Apa Itu Dokumen CK-1C?

Namun, untuk dapat ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah terdapat empat syarat yang harus dipenuhi. Pertama,PKP termasuk 9 pihak yang dapat ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah. Kedua, PKP pabrikan atau produsen menyampaikan SPT Masa PPN selama 12 bulan terakhir dengan tepat waktu.

Ketiga, PKP tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana perpajakan. Keempat, PKP tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana perpajakan berdasar putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka 5 tahun terakhir.

Untuk dapat ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah, PKP harus mengajukan permohonan ke KPP tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Selanjutnya, Dirjen Pajak akan melakukan penelitian atas pemenuhan ketentuan dan memberikan keputusan paling lama 15 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap.

Baca Juga:
Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Namun, terhadap PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp1 miliar tidak perlu menyampaikan permohonan sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Perbedaan Ketentuan
SEBAGAI wujud insentif untuk wajib pajak, terdapat tiga ketentuan dalam PMK 44/2020 yang berbeda dengan ketentuan dalam PMK 117/2019. Pertama, PKP tidak perlu menyampaikan permohonan penetapan sebagai PKP berisiko rendah.

Kedua, Dirjen Paak tidak menerbitkan keputusan penetapan secara jabatan sebagai PKP berisiko rendah. Ketiga, tanpa persyaratan melakukan kegiatan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 1 PMK 117/2019 yang telah dijabarkan.

Baca Juga:
Apa Beda NIK sebagai NPWP, NPWP 16 Digit, dan NITKU?

Namun, fasilitas ini hanya berlaku untuk masa pajak April sampai September 2020, dan wajib pajak yang memanfaatkan insentif PPN PMK 44/2020 wajib menyampaikan permohonan restitusi dan ketentuan lain seperti diatur dalam PMK 44/2020 dan Surat Edaran Nomor SE-29/PJ/2020.

Simpulan
PKP berisiko rendah merupakan salah satu pihak yang berhak mengajukan permohonan restitusi dipercepat. Kendati sama-sama dapat mengajukan permohonan restitusi dipercepat, PKP berisiko rendah memiliki ketentuan yang berbeda dengan WP kriteria tertentu maupun WP persyaratan tertentu. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 16 Desember 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK

Update 2024, Apa Itu Pengembalian PPN untuk Turis Asing?

Jumat, 13 Desember 2024 | 17:30 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu PPh Pasal 29?

Rabu, 11 Desember 2024 | 18:30 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Uang Persediaan Pengembalian Pajak?

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah