ADMINISTRASI PAJAK

Pedagang Besar Farmasi Bisa Jadi PKP Berisiko Rendah, Ini Aturannya

Nora Galuh Candra Asmarani | Minggu, 01 September 2024 | 13:30 WIB
Pedagang Besar Farmasi Bisa Jadi PKP Berisiko Rendah, Ini Aturannya

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pedagang besar farmasi yang memenuhi ketentuan bisa termasuk dalam kategori pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah.

Sebagai PKP berisiko rendah, pedagang besar farmasi dapat memperoleh pengembalian pendahuluan (restitusi dipercepat) atas kelebihan pembayaran PPN pada setiap masa pajak. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 13 ayat (2) huruf g PMK 39/2018 s.t.d.d PMK 117/2019.

“Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) [bisa diberikan5 restitusi dipercepat] meliputi: …g. Pedagang Besar Farmasi,” bunyi Pasal 13 ayat (2) huruf g PMK 39/2018 s.t.d.d PMK 117/2019, dikutip pada Minggu (1/9/2024).

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Pedagang besar farmasi dapat termasuk sebagai PKP berisiko rendah jika telah memiliki 2 sertifikat. Pertama, sertifikat distribusi farmasi atau izin pedagang besar farmasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pedagang besar farmasi.

Kedua, sertifikat distribusi farmasi atau izin pedagang besar farmasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pedagang besar farmasi. Selain mengantongi kedua sertifikat tersebut, pedagang besar farmasi juga harus memenuhi 3 syarat.

Ketiga syarat tersebut antara lain telah menyampaikan SPT Masa PPN selama 12 bulan terakhir; tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana perpajakan; dan tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Kendati sudah memenuhi ketentuan, pedagang besar farmasi tidak otomatis menjadi PKP berisiko rendah. Adapun pedagang besar farmasi yang bersangkutan harus terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah.

Permohonan tersebut diajukan ke kantor pelayanan pajak (KPP) tempat pedagang farmasi dikukuhkan sebagai PKP. Permohonan itu harus dilampiri dengan sertifikat distribusi farmasi atau izin pedagang besar farmasi dan sertifikat cara distribusi obat yang baik.

Apabila permohonan diterima, dirjen pajak akan menerbitkan keputusan penetapan sebagai PKP berisiko rendah. Keputusan tersebut diberikan paling lama 15 hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selain berdasarkan permohonan, dirjen pajak juga bisa menetapkan pedagang farmasi sebagai PKP berisiko rendah secara jabatan. Penetapan secara jabatan tersebut dilakukan berdasarkan data dan/atau informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh DJP.

Sebagai informasi, permohonan pengembalian kelebihan (restitusi) PPN umumnya dapat diajukan pada akhir tahun buku. Namun, untuk PKP tertentu dapat mengajukan permohonan restitusi pada setiap masa pajak. Selain itu, khusus PKP berisiko rendah bisa mengajukan permohonan restitusi dengan skema restitusi dipercepat.

Restitusi dipercepat merupakan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan tanpa pemeriksaan, tetapi hanya dengan penelitian saja. Untuk itu, prosesnya relatif lebih cepat ketimbang proses pemberian restitusi pada umumnya. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja