PER-12/PJ/2020

Setor PPN Produk Digital Tidak Harus Pakai Rupiah, Ini Ketentuannya

Redaksi DDTCNews | Jumat, 03 Juli 2020 | 16:48 WIB
Setor PPN Produk Digital Tidak Harus Pakai Rupiah, Ini Ketentuannya

Ilustrasi warga mengakses layanan film daring melalui gawai. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp.

JAKARTA, DDTCNews – Pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) pemanfaatan produk digital dari luar negeri lewat perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) dapat melakukan penyetoran PPN dengan mata uang selain rupiah.

Ketentuan ini sudah diatur dalam Pasal 8 PMK 48/ 2020 dan Pasal 13 Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-12/PJ/2020. Penyetoran PPN bisa dilakukan dengan menggunakan rupiah, dolar Amerika Serikat (AS), dan mata uang asing lainnya yang ditetapkan Dirjen Pajak.

“Penggunaan mata uang … sesuai dengan mata uang yang dipilih oleh pemungut PPN PMSE di akun pemungut PPN PMSE pada aplikasi atau sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak,” demikian bunyi penggalan Pasal 13 ayat (5) PER-12/PJ/2020.

Baca Juga:
PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Dalam beleid itu juga diatur jika penyetoran PPN dalam dolar AS atau mata uang asing lainnya, penyetoran dilakukan ke kas negara melalui bank persepsi mata uang asing atau lembaga persepsi lainnya yang melayani penerimaan negara dalam mata uang asing.

Tata cara penyetoran PPN dalam dolar AS atau mata uang asing lainnya, masih sesuai dengan ketentuan dalam PER-12/PJ/2020, mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik.

Sepeti diketahui, pemungut PPN PMSE wajib menyetorkan PPN yang dipungut untuk setiap masa pajak paling lama diterima oleh bank/pos persepsi atau lembaga persepsi lainnya pada akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Penyetoran PPN yang dipungut dilakukan secara elektronik ke rekening kas negara melalui bank/pos persepsi atau lembaga persepsi lainnya di Indonesia dan/atau melalui cara lain yang ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP.

Transaksi penyetoran PPN dilakukan dengan menggunakan kode billing DJP yang diperoleh secara mandiri oleh pemungut PPN PMSE melalui aplikasi billing DJP, yang terdapat pada aplikasi atau sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP.

“Penyetoran PPN yang dilakukan oleh pemungut PPN PMSE … diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan tanggal setor yang tertera pada bukti penerimaan negara,” demikian bunyi penggalan Pasal 13 ayat (7) PER-12/PJ/2020.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Jika masih terdapat PPN yang telah dipungut oleh pelaku Usaha PMSE yang telah dicabut penunjukannya sebagai Pemungut PPN PMSE, tetapi belum disetorkan, PPN yang telah dipungut wajib disetorkan ke kas negara.

Seperti diberitakan sebelumnya, melalui PER-12/PJ/2020, penunjukan sebagai pemungut PPN dilakukan terhadap pelaku usaha PMSE yang telah memenuhi batasan kriterian tertentu. Batasan itu meliputi pertama, nilai transaksi dengan pembeli di Indonesia melebihi Rp600 juta dalam setahun atau Rp50 juta dalam sebulan.

Kedua, jumlah traffic atau pengakses di Indonesia melebihi 12.000 dalam setahun atau 1.000 dalam sebulan. Kriteria tersebut bisa dipakai salah satu atau keduanya. Simak artikel ‘Pernyataan Resmi DJP Soal Peraturan Baru Pemungutan PPN Produk Digital’.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Pelaku usaha PMSE yang memenuhi kriteria tapi belum ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE, bisa memilih untuk ditunjuk dengan cara menyampaikan pemberitahuan kepada Dirjen Pajak.Simak artikel ‘Ingin Jadi Pemungut PPN PMSE? Sampaikan Pemberitahuan ke DJP’.

Dirjen Pajak juga dapat mencabut penunjukan pelaku usaha PMSE sebagai pemungut PPN. Selain masalah pemenuhan kriteria tertentu, pertimbangan Dirjen Pajak juga bisa jadi dasar pencabutan. Simak artikel ‘Dirjen Pajak Bisa Cabut Penunjukan Pemungut PPN PMSE, Ini Ketentuannya’. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN