BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN

Serat Optik Indonesia Kini Bebas Bea Masuk Safeguard India

Dian Kurniati | Selasa, 08 September 2020 | 10:03 WIB
Serat Optik Indonesia Kini Bebas Bea Masuk Safeguard India

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto (ketiga kiri). ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/hp.

JAKARTA, DDTCNews—Kementerian Perdagangan menyebutkan menyebut Pemerintah India telah membebaskan produk serat optik mode tunggal (single mode optical fibre/SMOF) asal Indonesia dari bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) safeguard.

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan pembebasan BMTP tersebut diputuskan Directorate General of Trade Remedies (DGTR) India berdasarkan laporan temuan akhir atas penyelidikan safeguard yang dirilis pada 27 Agustus 2020.

"Ini peluang yang bagus di tengah pandemi karena ekspor produk tersebut ke India kembali terbuka lebar. Eksportir harus bijak memanfaatkan peluang untuk menggenjot kinerja ekspor serat optik kita ke India," katanya dalam keterangan resmi, Selasa (7/9/2020).

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

SMOF adalah jenis kabel yang terbuat dari serat kaca halus yang dirancang hanya untuk membawa mode sinyal cahaya tunggal dan menjadi bahan baku industri kabel fiber optik yang digunakan penyedia layanan internet dan telekomunikasi.

DGTR India dalam laporan akhirnya mengusulkan penerapan kewajiban safeguard sebesar 10% kepada semua negara kecuali negara-negara berkembang dengan pangsa impor di bawah 3%.

Indonesia dan negara berkembang lainnya, kecuali China, akhirnya dibebaskan dari bea masuk safeguard tersebut lantaran pangsa impornya di India masih berada di ambang batas aman.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Didi Sumedi menambahkan eksportir Indonesia harus mengambil momentum untuk memperluas akses pasar serat optik di India, yang selama ini didominasi China.

"Bea masuk safeguard bagi China memberikan keuntungan dan keunggulan bagi Indonesia yang terbebas dari bea masuk tersebut. Kita harus memaksimalkan peluang ini sebaik mungkin," ujarnya.

DGTR India memulai penyelidikan safeguard pada 23 September 2019, berdasarkan petisi dari industri dalam negeri India. Petisioner mengklaim mengalami kerugian serius akibat lonjakan impor serat optik mode tunggal sejak 2016 hingga Juni 2019.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati menjelaskan Pemerintah Indonesia telah menyampaikan pembelaan secara terbuka dan secara tegas kepada DGRT agar dikecualikan dari bea masuk safeguard.

Namun, petisioner ternyata menyampaikan permohonan kepada DGTR agar Indonesia juga dikenakan bea masuk safeguard mengingat ada relokasi sejumlah pabrikan serat optik dari China ke Indonesia. Petisioner khawatir China mengalihkan ekspor serat optik ke India melalui Indonesia.

"Tentu kami menyanggah semua tuduhan itu dengan data dan fakta kuat. Kami bersyukur, keputusan final DGTR yang membebaskan Indonesia dari bea masuk safeguard membuktikan semua tuduhan petisioner tersebut tidak berdasar,” tuturnya.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, kinerja ekspor produk serat optik Indonesia ke dunia menunjukkan tren yang menjanjikan dua tahun terakhir. Nilai ekspor produk tersebut pada 2018 mencapai US$6,2 juta, lalu naik 30% menjadi US$8,14 juta pada 2019.

Selaras dengan itu, ekspor serat optik mode tunggal Indonesia ke India pun meningkat. Pada 2019, nilai ekspor produk tersebut ke India mencapai US$162.000 dan meningkat menjadi US$217.000 pada semester I/2020. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN