RESUME PUTUSAN PENGADILAN PAJAK

Sengketa Potongan Penjualan Sebagai Pengurang Peredaran Usaha

Hamida Amri Safarina | Senin, 16 Agustus 2021 | 21:30 WIB
Sengketa Potongan Penjualan Sebagai Pengurang Peredaran Usaha

RESUME Putusan Pengadilan Pajak (PP) ini merangkum sengketa pajak mengenai potongan penjualan sebagai pengurang peredaran usaha. Perlu dipahami dahulu, kegiatan usaha wajib pajak adalah perdagangan sarana produksi peternakan ayam dengan pola kerja sama atau kemitraan dengan peternak.

Menurut wajib pajak, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak relevan dan terdapat kesalahan terkait penerapan dasar hukum. Dalam perkara ini, terdapat produk pakan ternak yang dijual oleh wajib pajak kepada peternak dengan kualitas yang kurang baik.

Dalam transaksi perdagangan, sudah menjadi hal yang wajar dan umum jika diskon diberikan karena kualitas barang yang diberikan di bawah standar yang diharapkan. Adapun terhadap potongan penjualan yang diberikan tersebut dapat menjadi pengurang peredaran usaha.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Sebaliknya, otoritas pajak berpendapat diskon pakan ternak yang diklaim sebagai potongan penjualan tidak dapat dibuktikan keberannya. Sebab, potongan penjualan tersebut tidak tercantum dalam faktur penjualan atau faktur pajak yang diterbitkan wajib pajak.

Selain itu, dalam pencatatannya, potongan penjualan yang diberikan wajib pajak kepada peternak tidak dicatat di buku besar penjualan. Berdasarkan pada hal tersebut, otoritas pajak menyimpulkan potongan penjualan yang diberikan wajib pajak tidak dapat menjadi mengurangi peredaran usaha.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Sekretariat Pengadilan Pajak atau di sini.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Kronologi

SENGKETA bermula ketika otoritas pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak pada 26 April 2013 untuk masa pajak 2011. Atas surat ketetapan pajak tersebut, wajib pajak mengajukan keberatan pada 17 Mei 2013.

Wajib pajak menyatakan tidak setuju dengan koreksi penghasilan neto yang bersumber dari peredaran usaha tersebut. Wajib pajak mengajukan keberatan dengan alasan koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak benar.

Potongan penjualan yang diberikan kepada peternak sesuai dengan prinsip perpajakan dalam rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sehingga dapat dibebankan sebagai pengurang peredaran usaha.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Berdasarkan pada keberatan yang diajukan wajib pajak, otoritas pajak menyatakan diskon yang diberikan kepada peternak tidak dapat menjadi pengurang peredaran usaha. Selanjutnya, pada 6 Mei 2014, otoritas pajak menolak dan mempertahankan jumlah pajak yang masih harus dibayar. Oleh karena itu, wajib pajak memutuskan untuk mengajukan permohonan banding pada 22 Juli 2014.

Pokok sengketa dalam perkara di tingkat banding ini adalah koreksi penghasilan neto bersumber dari peredaran usaha senilai Rp3.444.417.132 yang tidak disetujui wajib pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

WAJIB pajak menyatakan tidak setuju atas koreksi yang dilakukan otoritas pajak. Perlu dipahami terlebih dahulu, kegiatan usaha wajib pajak adalah perdagangan sarana produksi peternakan ayam dengan pola kerja sama atau kemitraan dengan peternak.

Baca Juga:
Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

Menurut wajib pajak, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak relevan dan terdapat kesalahan penerapan dasar hukumnya. Pokok sengketa dalam perkara ini mengenai pajak penghasilan dan bukan pajak pertambahan nilai. Dengan kata lain, otoritas pajak tidak dapat menggunakan UU No. 8 Tahun 1983 s.t.d.d. UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) sebagai dasar hukum menyelesaikan sengketa.

Dalam perkara ini, terdapat produk pakan ternak yang dijual oleh wajib pajak kepada peternak dengan kualitas yang kurang baik. Dalam transaksi perdagangan, sudah menjadi hal yang wajar dan umum jika potongan penjualan diberikan karena kualitas barang yang dijual di bawah standar yang diharapkan.

Apabila peternak merasa dirugikan dan tidak mendapatkan penggantian atas produk pakan ternak yang memiliki kualitas kurang baik tersebut, dikhawatirkan peternak akan menghentikan kemitraannya dengan wajib pajak.

Baca Juga:
Sengketa PPh Orang Pribadi Pasca Mendapat Hibah Properti

Pemberian potongan penjualan tersebut diharapkan dapat mempertahankan kegiatan usaha peternak sehingga kemampuan daya beli pakan ternak tidak berkurang.

Adapun pemberian potongan penjualan tersebut sesuai dengan prinsip perpajakan dalam rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1983 s.t.d.d. UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh). Oleh karena itu, potongan penjualan tersebut dapat dibebankan sebagai pengurang peredaran usaha.

Sebaliknya, otoritas pajak menyatakan permohonan banding wajib pajak tidak berdasarkan alasan dan bukti yang jelas. Otoritas pajak berpendapat pihaknya sudah tepat dalam menerapkan dasar hukum untuk menyelesaikan sengketa pajak ini.

Baca Juga:
Sengketa atas Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan

Dasar hukum yang digunakan untuk melakukan koreksi ialah Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh dan tidak pernah menggunakan UU PPN sebagai dasar hukum dalam penyelesaian sengketa ini.

Hanya saja, dalam melakukan koreksi, otoritas pajak mengkaitkan potongan penjualan yang dicantumkan dalam faktur pajak dengan dokumen lain yang diserahkan wajib pajak untuk melihat kebenaran transaksinya.

Berdasarkan pada pemeriksaan, diskon pakan ternak yang diklaim sebagai potongan penjualan tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Sebab, potongan penjualan tersebut tidak tercantum dalam faktur penjualan atau faktur pajak yang diterbitkan oleh wajib pajak. Selain itu, dalam pencatatannya, potongan penjualan tersebut juga tidak dicatat di buku besar penjualan.

Baca Juga:
BPN Dibentuk, Pengadilan Pajak Harus Hadir untuk Lindungi Hak WP

Berdasarkan pada uraian di atas, diskon tambahan yang diberikan wajib pajak kepada peternak plasma tidak memenuhi definisi potongan penjualan. Dengan demikian, potongan yang diberikan tidak dapat mengurangi jumlah penjualan atau peredaran usaha.

Pertimbangan Hakim Pengadilan Pajak

MAJELIS Hakim Pengadilan Pajak menyatakan yang menjadi sengketa adalah koreksi atas potongan penjualan senilai Rp3.444.417.132. Setelah membaca surat banding, surat uraian banding, surat bantahan, dan bukti pendukung yang disampaikan para pihak dalam persidangan, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut.

Pertama, potongan penjualan terbukti diberikan kepada peternak plasma berdasarkan pada pertimbangan yang jelas dan berlaku umum untuk semua peternak plasma. Selain itu, pemberian potongan penjualan juga didukung dengan bukti yang lengkap dan nilainya juga masih tergolong wajar. Pemberian potongan penjualan tersebut lazim dilakukan dalam menjalankan usaha perdagangan.

Baca Juga:
Pilih Pembukuan Usai PPh Final Habis, WP Siap-Siap Angsur PPh Pasal 25

Kedua, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat secara substansi, potongan penjualan dapat mengurangi peredaran usaha wajib pajak. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Proses pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada 27 Mei 2015 dan diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah.

Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada 27 Februari 2017 dengan dihadiri oleh para hakim anggota, panitera pengganti, dan wajib pajak. Namun, sidang pengucapan putusan tersebut tidak dihadiri pihak otoritas pajak. (kaw)


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Jumat, 18 Oktober 2024 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Kamis, 17 Oktober 2024 | 12:39 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen