Ilustrasi.
RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh wajib pajak.
Dalam perkara ini, wajib pajak membeli barang dari PT A. Atas transaksi tersebut, PT A selaku pihak penjual seharusnya menerbitkan faktur pajak dan menyerahkannya kepada wajib pajak, serta melaporkannya sebagai pajak keluaran.
Otoritas pajak berpendapat bahwa PT A sebagai lawan transaksi wajib pajak tidak melaporkan transaksi tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena pajak masukannya belum dibayarkan, pengkreditan pajak masukan seharusnya tidak dapat dilakukan.
Sebaliknya, wajib pajak berpendapat bahwa pihaknya telah melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar. Dalam hal ini, wajib pajak memiliki bukti bahwa PPN yang terutang sudah dibayarkan. Oleh karena itu, wajib pajak dapat melakukan pengkreditan pajak masukan atas transaksi yang dilakukan dengan PT A.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung menolak Permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi atas pajak masukan yang dilakukan oleh otoritas pajak tidak tepat.
Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 23209/PP/M.XI/16/2010 tanggal 22 April 2010, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 16 Agustus 2010.
Pokok sengketa dalam perkara ini yaitu adanya koreksi atas pajak masukan yang dapat dapat dikreditkan untuk masa pajak Januari hingga September 2006 sebesar Rp187.048.202 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Termohon PK melakukan transaksi dengan PT A. Atas transaksi tersebut, Pemohon PK menilai PT A selaku penjual dan lawan transaksi Termohon PK belum melaporkan pajak keluarannya.
Berdasarkan hal tersebut, Pemohon PK melakukan penelitian dan klarifikasi lebih lanjut terkait transaksi Termohon PK dengan PT A. Dari penelitian dan klarifikasi tersebut, didapatkan bahwa terdapat 48 faktur pajak senilai Rp187.048.202. Kemudian, temuan lainnya ialah PT A tidak pernah melaporkan PPN terutangnya sejak 2002.
Termohon PK juga tidak dapat menunjukkan bukti bahwa PPN yang terutang atas transaksi yang terjadi telah dibayarkan oleh PT A. Oleh sebab itu, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, Termohon PK harus bertanggung jawab atas pembayaran PPN yang belum dilaporkan oleh PT A. Hal ini berakibat pada adanya PPN yang masih kurang dibayar oleh Termohon PK.
Pendapat Pemohon PK tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 33 Pasal 33 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU 6/1983 s.t.d.d UU 16/2000).
Oleh karena pajak masukan atas transaksi Termohon PK dengan PT A belum dilaporkan dan dibayarkan, maka pengkreditan pajak masukan seharusnya tidak dapat dilakukan. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan oleh Pemohon PK sudah benar dan patut untuk dipertahankan.
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pernyataan Pemohon PK. Dalam perkara ini, Termohon PK menilai bahwa pajak masukan yang berasal dari transaksi dengan PT A sudah dibayarkan sehingga dapat dikreditkan. Termohon PK juga telah menunjukkan dokumen pendukung atas pembayaran pajak masukan tersebut.
Dokumen pendukung yang dimaksud antara lain berupa voucher pembayaran atas tagihan dan rekening koran yang bersangkutan. Selain itu, terdapat pula fotokopi faktur pajak masukan yang diterbitkan oleh PT A sebagai lawan transaksi Termohon PK.
Dengan telah dilaporkan dan dibayarkannya PPN yang terutang, maka Termohon PK tetap dapat melakukan pengkreditan pajak masukan atas transaksi yang dilakukannya dengan PT A. Berdasarkan uraian di atas, Termohon PK berkesimpulan bahwa koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak benar dan harus dibatalkan.
MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 23209/PP/M.XI/16/2010 yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga menyebabkan pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, alasan-alasan Pemohon PK terkait koreksi pajak masukan sebesar Rp187.048.202 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak, permohonan PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terutangkap dalam persidangan.
Kedua, dalam perkara ini, bukti berupa 48 faktur pajak yang diterbitkan oleh PT A sebesar Rp187.048.202 telah memenuhi ketentuan faktur pajak yang sah dan telah dikreditkan dalam waktu yang sudah ditentukan. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.
Berdasarkan uraian di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.