RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pengkreditan Pajak Masukan Penyerahan Hasil Olahan TBS Sawit

DDTC Fiscal Research and Advisory | Jumat, 22 Oktober 2021 | 18:47 WIB
Sengketa Pengkreditan Pajak Masukan Penyerahan Hasil Olahan TBS Sawit

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pengkreditan pajak masukan atas penyerahan tandan buah segar (TBS) sawit dan unit pengolahannya.

Wajib pajak menyatakan penyerahan crude palm oil (CPO), palm kernel, pupuk, jasa pemeliharaan dan perawatan, serta jasa pengangkutan dapat dilakukan pengkreditan pajak masukan.

Sebaliknya, otoritas pajak menyatakan penyerahan CPO, palm kernel, pupuk, jasa pemeliharaan dan perawatan, dan jasa pengangkutan yang dilakukan wajib pajak tidak dapat dilakukan pengkreditan pajak masukan. Sebab, terhadap penyerahan tersebut telah dibebaskan dari pemungutan PPN.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan tidak dapat menerima permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK yang diajukan wajib pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat surat banding yang diajukan wajib pajak tidak memenuhi persyaratan formal.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Dalam hal ini, wajib pajak telah mengajukan surat banding melebihi batas waktu 3 bulan sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak).

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan tidak dapat menerima permohonan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put.54938/PP/M.XIIB/16/2014 tertanggal 8 September 2014, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 17 November 2014.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif pajak masukan masa pajak Oktober 2009 senilai Rp47.279.624 yang dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK menyatakan tidak setuju dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak dan koreksi yang dilakukan Termohon PK. Sebagai informasi, Pemohon PK merupakan pengusaha yang bergerak di bidang industri minyak kelapa sawit terintegrasi.

Dalam menjalankan usahanya, Termohon PK memiliki perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan tandan buah segar (TBS) sawit dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan CPO dan palm kernel. Kemudian, CPO dan palm kernel yang telah diproduksi tersebut dijual ke pihak lawan transaksi Pemohon PK.

Berkaitan dengan perkara ini, pada Oktober 2009, Pemohon PK tidak melakukan penyerahan atas objek yang tidak terutang PPN, seperti TBS sawit. Pendapat Pemohon PK dibuktikan dengan surat pemberitahuan (SPT) masa PPN Oktober 2009 yang menunjukkan tidak terdapat penyerahan yang tidak terutang PPN.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Pada Oktober 2009, Pemohon PK hanya melakukan penyerahan CPO, palm kernel, pupuk, jasa pemeliharaan dan perawatan, sera jasa pengangkutan. Pemohon PK berdalil seluruh penyerahan tersebut dapat dikenakan PPN sehingga pengkreditan pajak masukan dapat dilakukan. Dengan demikian, Pemohon PK menyimpulkan koreksi yang dilakukan Termohon PK tidak sesuai fakta dan peraturan yang berlaku.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan dalil Pemohon PK. Termohon PK melakukan koreksi karena terdapat transaksi yang seharusnya tidak dilakukan pengkreditan pajak masukan.

Adapun transaksi yang dimaksud meliputi penyerahan CPO, palm kernel, pupuk, jasa pemeliharaan dan perawatan, serta jasa pengangkutan. Pendapat Termohon PK tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2001 s.t.d.d. Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2007 yang menyatakan TBS sawit dan hasil olahannya merupakan barang strategis yang dibebaskan dari pemungutan PPN.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Menurut Termohon PK, pajak masukan atas barang yang dibebaskan dari pemungutan PPN tidak dapat dikreditkan. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Termohon PK sudah benar dan dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan tidak dapat menerima permohonan banding Pemohon tidak tepat. Terdapat 2 pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi pajak masukan atas penyerahan yang tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN senilai Rp47.279.624 masa pajak Oktober 2009 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan oleh para pihak dalam persidangan, pendapat Pemohon PK dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Kedua, berdasarkan pada bukti berupa invoice dan faktur pajak yang telah terungkap dalam persidangan, Mahkamah Agung berpendapat pajak masukan atas transaksi yang dilakukan Pemohon PK dapat dikreditkan. Koreksi yang dilakukan Termohon PK tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menyatakan mengabulkan permohonan PK yang diajukan Pemohon PK. Dengan demikian, Termohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak