RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai penetapan subjek pajak pajak bumi dan bangunan (PBB) atas wilayah kerja tambang yang berlokasi di Halmahera.
Wajib pajak menyatakan bahwa pihaknya bukanlah subjek pajak PBB atas wilayah kerja tambang yang berlokasi di Halmahera dan tidak terutang PBB. Wajib pajak bertindak sebagai pelaksana kegiatan eksplorasi dan kegiatan eksploitasi sumber daya berupa minyak dan gas bumi.
Wajib pajak sebagai kontraktor hanya melaporkan kegiatan operasinya kepada pemerintah yang menguasai wilayah kerja tambang tersebut.
Sebaliknya, otoritas pajak menilai bahwa wajib pajak telah memiliki, menguasai, dan memperoleh manfaat atas wilayah kerja tambang yang berlokasi di Halmahera. Atas pemanfaatan tersebut, wajib pajak ditetapkan sebagai subjek pajak PBB dan terutang pajak.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Sementara itu, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan dari wajib pajak selaku Pemohon PK.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan bahwa wajib pajak telah diberikan izin untuk memanfaatkan bumi atau tubuh bumi atas kandungan minyak dan gas bumi.
Wajib pajak telah terbukti memiliki, menguasai, dan memperoleh manfaat atas wilayah kerja tambang tersebut. Oleh karena itu, wajib pajak telah memenuhi syarat sebagai subjek pajak PBB dan terutang pajak.
Atas permohonan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menolak permohonan Pemohon Banding. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 69996/PP/M.IIIB/18/2016 tertanggal 12 April 2016, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 27 Juli 2016.
Pokok sengketa perkara a quo adalah koreksi PBB atas sektor minyak dan gas bumi tahun pajak 2013 sebesar Rp2.300.142.400 yang tidak disetujui oleh wajib pajak.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas Putusan Pengadilan Pajak. Pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah keliru dan mengabaikan fakta-fakta hukum serta peraturan yang berlaku.
Pemohon PK berdalil bahwa pihaknya bukan merupakan subjek pajak PBB atas wilayah kerja tambang yang berlokasi di Halmahera dan tidak terutang PBB. Sebab, Pemohon PK tidak mempunyai suatu hak atas wilayah kerja tambang tersebut.
Berdasarkan Kontrak Bagi Hasil, peran dan kedudukan Pemohon PK hanyalah sebagai kontraktor yang ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi. Pemerintah merupakan pihak yang menguasai dan memiliki sumber daya berupa minyak dan gas bumi tersebut.
Dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara. Berdasarkan ketentuan tersebut, wilayah kerja tambang dalam perkara ini juga termasuk kekayaan alam yang dikuasai negara.
Lebih lanjut, hak pakai atas tanah wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan dan diberikan sertifikat hak atas tanah. Dalam hal ini Pemohon PK tidak memiliki sertifikat hak atas tanah serta tidak memiliki hak pakai atas tanah atas wilayah kerja tambang tersebut.
Pemohon PK berpendapat bahwa pihaknya tidak memperoleh manfaat atas bumi karena pada tahun pajak 2013 masih dalam tahap eksplorasi. Pada tahap eksplorasi, Pemohon PK ditugaskan oleh pemerintah untuk mencari informasi mengenai potensi minyak bumi dan/atau gas bumi yang terkandung di wilayah kerja tersebut.
Pemberian signature bonus dari Pemohon PK kepada pemerintah bukanlah bentuk pembelian atau pemberian hak kepada Pemohon PK. Pemberian signature bonus menjadi bentuk komitmen Pemohon dalam melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Plt. Dirjen Migas Kementerian ESDM pada 2015 yang menyatakan bahwa sebelum dilakukan penandatanganan kontrak kerja sama, Pemohon PK wajib membayar signature bonus dan menyerahkan rencana kerjanya.
Di sisi lain, Termohon PK menyatakan bahwa Pemohon PK telah memiliki, menguasai, dan memperoleh manfaat atas wilayah kerja tambang yang berlokasi di Halmahera. Oleh karena itu, Pemohon telah memenuhi syarat sebagai subjek PBB wilayah kerja tambang dan diwajibkan membayar PBB yang terutang.
Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonan banding dinyatakan sudah tepat dan benar. Terdapat beberapa pertimbangan Mahkamah Agung dalam memutus sengketa ini sebagai berikut.
Pertama, Mahkamah Agung telah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak. Hakim manyatakan bahwa dalil Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap dalam persidangan.
Kedua, berdasarkan pemeriksaan, Pemohon PK telah memiliki, menguasai, dan memperoleh manfaat atas wilayah kerja tambang. Penetapan Pemohon PK sebagai wajib pajak PBB atas kepemilikan wilayah kerja tambang sudah tepat.
Berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai Putusan Pengadilan Pajak sudah benar dan tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, permohonan PK yang diajukan Pemohon PK dinyatakan ditolak. Putusan Mahkamah Agung menguatkan Putusan Pengadilan Pajak dan koreksi Termohon PK tetap dipertahankan. Dengan ditolaknya permohonan PK, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.