Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) ingin sengketa (dispute) di Pengadilan Pajak nantinya lebih banyak soal perbedaan pemahaman atas kebijakan, bukan sengketa yang berkaitan dengan uji bukti. Topik ini mendapat perhatian cukup banyak dari netizen selama sepekan terakhir.
Ada strategi yang disiapkan otoritas pajak untuk mewujudkan target tersebut. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengungkapkan salah satu langkah yang ditempuh adalah membangun model pemeriksaan yang lebih sederhana.
“Ke depan saya kepengin model pemeriksaan yang lebih sederhana. Ujungnya tadi, pemeriksaan sederhana dan dispute-nya ke arah treatment [pemahaman policy yang berbeda] atau mungkin adu bukti yang betul-betul menjadi underlying dari suatu transaksi,” ujarnya.
Dengan perspektif tersebut, jika memang ada keberatan dari wajib pajak yang harus diterima, otoritas akan menerimanya. Skema pemeriksaan yang sederhana tersebut, lanjut Suryo, masih terus didiskusikan.
“Saya kepengin betul-betul yang pergi ke Pengadilan Pajak itu ya dispute-nya adalah dispute treatment. Penyelesaian juga lebih cepat. Kemudian, resources yang dibutuhkan kedua belah pihak pun juga akan lebih ringkas, lebih efisien,” jelas Suryo.
Selain pemberitaan soal penyederhanaan pemeriksaan di atas, masih ada bahasan lainnya. Di antaranya, aturan batas maksimum pemberian pinjaman koperasi simpan pinjam, ketentuan PPh final sewa tanah/bangunan, prioritas pemeriksaan DJP, hingga ketentuan soal penerbitan surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (SP2DK).
Suryo Utomo menekankan pentingnya komunikasi yang baik antara wajib pajak dan otoritas. Gunanya, memastikan setiap pemeriksaan tidak selalu belanjut ke sengketa di Pengadilan Pajak. Baik wajib pajak maupun otoritas dapat berdiskusi dan saling mengingatkan.
“Karena niscaya adanya bahwa sesuatu hal [bisa] terjadi karena lupa, karena tidak sengaja. Caranya adalah saling mengingatkan. Kita punya platfom, code of conduct. Enggak mungkin mengintervensi satu dengan yang lain,” jelas Suryo.
Menurutnya, DJP akan berupaya terus memberikan kemudahan bagi wajib pajak. Harapannya, cost of compliance juga dapat terus berkurang. (DDTCNews)
Permenkop UKM 8/2023 memuat ketentuan batas maksimum pemberian pinjaman/pembiayaan bagi KSP/KPPS dan USP/USPPS koperasi.
Adapun batas maksimum pemberian pinjaman/pembiayaan (BMPP) adalah persentase maksimum penyaluran pinjaman dan/atau pembiayaan yang diperkenankan terhadap modal sendiri KSP/KSPPS atau modal tetap USP/USPPS koperasi.
Sesuai dengan Pasal 42 ayat (1) Permenkop UKM 8/2023, dasar perhitungan BMPP untuk KSP/KSPPS berdasarkan pada saldo pinjaman. Adapun saldo pinjaman adalah saldo pokok dari plafon pinjaman yang sudah disepakati bersama dalam sebuah perjanjian pinjaman di KSP/KSPPS. (DDTCNews)
PP 34/2017 mengatur bahwa penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan, baik sebagian maupun seluruh bangunan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, dipotong PPh final.
Secara umum, pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah dan/atau bangunan adalah penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai pemotong pajak penghasilan.
Pemotong pajak tersebut meliputi badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap (BUT), kerja sama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri (WPDN) ditunjuk oleh dirjen pajak.
Pemotong wajib memotong dan menyetorkan saat pembayaran atau terutangnya sewa (mana yang lebih dahulu terjadi). Dalam hal penyewa bukan pemotong pajak, PPh yang terutang wajib dibayar sendiri oleh pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan. (DDTCNews)
DJP memprioritaskan kegiatan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang menyampaikan SPT dengan status merugi dan SPT yang menyatakan kelebihan pembayaran.
Penyuluh Pajak Ahli Pertama DJP Iqbal Rahadian mengatakan wajib pajak dengan 2 kriteria SPT tersebut masuk dalam prioritas pemeriksaan mengingat terdapat uang pajak yang harus dikembalikan kepada wajib pajak dimaksud.
"Itu bagian dari skala prioritas karena memang ada yang harus dikembalikan. Jadi, melegitimasi dan memvalidasi. Apakah benar hak wajib pajak tersebut akan dikembalikan kepada wajib pajak?" katanya. (DDTCNews)
Kegiatan permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (P2DK) yang dilakukan oleh kantor pelayanan pajak (KPP) harus dilakukan dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas.
Sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-05/PJ/2022 tentang Pengawasan Kepatuhan, efisiensi dan efektivitas P2DK turut menjadi pertimbangan agar kegiatan tersebut tidak meningkatkan biaya kepatuhan atau compliance cost wajib pajak.
"Penelitian kepatuhan material yang ditindaklanjuti dengan P2DK dilaksanakan dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas agar tidak menambah beban kepatuhan wajib pajak dan tidak mengganggu kegiatan usahanya," bunyi SE-05/PJ/2022. (DDTCNews) (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.