RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Jasa Asuransi Unit Link yang Dikecualikan dari Pemungutan PPN

Hamida Amri Safarina | Jumat, 18 Juni 2021 | 19:00 WIB
Sengketa Jasa Asuransi Unit Link yang Dikecualikan dari Pemungutan PPN

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai jasa asuransi unit link yang dikecualikan dari pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN). Perlu dipahami, wajib pajak merupakan pengusaha yang bergerak di bidang jasa asuransi.

Otoritas pajak menyatakan struktur premi asuransi unit link tersebut terdiri dari dua unsur, yakni unsur asuransi dan unsur investasi. Dalam unsur asuransi unit link tersebut, terdapat biaya yang harus dibayarkan konsumen, yakni biaya administrasi, biaya akuisisi, dan biaya asuransi. Otoritas pajak berpendapat terhadap biaya administrasi, biaya akuisisi, dan biaya asuransi memang termasuk penyerahan jasa asuransi yang tidak dikenakan PPN.

Sementara itu, biaya-biaya yang berkaitan dengan unsur investasi dalam asuransi jiwa unit link meliputi biaya top-up dan biaya pengelolaan investasi. Menurut otoritas pajak, kedua biaya tersebut tidak termasuk jenis jasa asuransi yang dikecualikan dari pemungutan PPN.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan biaya pengelolaan investasi merupakan satu kesatuan dengan produk asuransi jiwa unit link. Menurutnya terhadap penyerahan jasa asuransi jiwa unit link tersebut seharusnya dikecualikan dari pemungutan PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 4 A ayat (3) huruf e UU PPN.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat pengelolaan investasi merupakan bagian atau satu kesatuan di dalam produk asuransi unit link oleh perusahaan asuransi jiwa. Adapun produk asuransi unit link tersebut termasuk dalam produk asuransi jiwa.

Oleh karena itu, penyerahan atas produk asuransi unit link tersebut tidak terutang PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 A ayat (3) huruf e UU PPN. Konsekuensinya, koreksi yang dilakukan otoritas pajak atas DPP PPN yang berasal dari biaya pengelolaan investasi unit link tidak dapat dipertahankan.

Dengan demikian, terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 55230/PP/ M.IB/16/2014 tanggal 17 September 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 24 Desember 2014.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) masa pajak Mei senilai Rp11.306.695.617 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Mahkamah Agung. Dalam perkara ini, Pemohon PK melakukan koreksi karena terdapat penyerahan yang bukan termasuk jasa asuransi belum dipungut PPN.

Perlu dipahami, Termohon PK merupakan pengusaha yang bergerak di bidang usaha jasa asuransi. Jasa asuransi adalah jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan perusahaaan asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai keugian asuransi, dan konsultan asuransi.

Baca Juga:
DPR Sebut Penundaan Kenaikan PPN 12% Bisa Bangkitkan Kelas Menengah

Berdasarkan pada hasil pemeriksaan, dalam menjalankan bisnisnya Termohon PK menawarkan asuransi unit link. Sebagai informasi, suatu produk asuransi tergolong sebagai asuransi unit link apabila memenuhi tiga kriteria.

Pertama, nilai manfaat yang dijanjikan ditentukan oleh kinerja subdana investasi yang dibentuk untuk unit link tersebut. Kedua, nilai manfaat yang diperoleh dari subdana investasi dinyatakan dalam unit. Ketiga, mengandung pertanggungan risiko kematian alami.

Adapun struktur premi asuransi unit link tersebut terdiri dari dua unsur, yakni unsur asuransi dan unsur investasi. Dalam unsur asuransi unit link, terdapat biaya yang harus dibayarkan konsumen, yakni biaya administrasi, biaya akuisisi, dan biaya asuransi. Pemohon PK berpendapat terhadap biaya administrasi, biaya akuisisi, dan biaya asuransi memang termasuk penyerahan jasa asuransi yang tidak dikenakan PPN.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Sementara itu, biaya-biaya yang berkaitan dengan unsur investasi dalam asuransi jiwa unit link ialah biaya top-up dan biaya pengelolaan investasi. Menurut Pemohon PK, biaya top-up dan biaya pengelolaan investasi tidak termasuk jenis jasa asuransi yang dikecualikan dari pemungutan PPN.

Berdasarkan pada pertimbangan tersebut, Pemohon PK memutuskan untuk melakukan koreksi. Menurutnya, pertimbangan hukum yang diberikan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Menurut Termohon PK, biaya pengelolaan investasi merupakan satu kesatuan dengan produk asuransi jiwa unit link. Terhadap penyerahan jasa asuransi jiwa unit link tersebut dikecualikan dari pemungutan PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 4 A ayat (3) huruf e UU PPN.

Baca Juga:
PPN Rumah Masih Ditanggung Pemerintah, DJP Harap Ekonomi Meningkat

Pendapat Termohon PK tersebut juga didukung dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) Nomor KEP-104/BL/2006. Berdasarkan pada Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor KEP-104/ BL/2006, biaya pengelolaan investasi asuransi unit link merupakan bagian dari premi asuransi jiwa. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK seharusnya dibatalkan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat. Mahkamah Agung memberikan dua pertimbangan hukum sebagai berikut.

Pertama, koreksi DPP PPN masa pajak Mei senilai Rp11.306.695.617 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Kedua, dalam perkara a quo, biaya pengelolaan investasi unit link yang merupakan bagian dari satu kesatuan asuransi jiwa yang tidak terutang PPN. Oleh karena itu, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 16:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja