INSENTIF FISKAL

Selain Insentif Pajak, Asosiasi Maskapai Butuh Keringanan Biaya PJP4U

Dian Kurniati | Jumat, 09 Oktober 2020 | 17:37 WIB
Selain Insentif Pajak, Asosiasi Maskapai Butuh Keringanan Biaya PJP4U

Ilustrasi. Penumpang berjalan menuju tempat duduk sebelum pesawat lepas landas di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.

JAKARTA, DDTCNews – Asosiasi maskapai penerbangan, Indonesia National Air Carriers Association (INACA) meminta pemerintah tetap mendukung pemulihan usaha penerbangan hingga 2021, setelah mengalami tekanan berat akibat pandemi virus Corona.

Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja mengatakan manfaat insentif yang berlaku saat ini sangat dirasakan pelaku usaha. Namun, ia berharap pemerintah memberikan insentif lain untuk mendukung pemulihan sektor angkutan udara.

"Dalam situasi seperti ini, karena kami minusnya sudah dalam, bantuan apapun pasti akan sangat berarti. Insentif pajak ini salah satunya," katanya kepada DDTCNews, dikutip Jumat (9/10/2020).

Baca Juga:
Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.86/2020, maskapai berhak memperoleh insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) dan diskon 50% PPh Pasal 25. Menurut Denon, maskapai yang memanfaatkan insentif pajak tersebut cukup banyak.

Namun, biaya yang dikeluarkan perusahaan maskapai bukan hanya membayar pajak saja. Maskapai juga membayar biaya pelayanan jasa pendaratan, penempatan dan penyimpanan pesawat udara (PJP4U).

“Biaya PJP4U pada masa pandemi justru membengkak karena banyak pesawat tidak terbang dan hanya diparkir,” tutur Denon.

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

Dia menilai biaya PJP4U terasa makin berat jika maskapai memiliki puluhan hingga ratusan pesawat yang parkir berbulan-bulan akibat pandemi. Untuk itu, ia meminta pemerintah memberikan subsidi atas biaya PJP4U.

Dia juga berharap ada penyederhanaan prosedur impor sparepart pesawat karena barang itu masuk kategori pelarangan atau pembatasan (lartas). Meski sudah ada prosedur post border dari Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), dia menilai maskapai tetap harus melewati pemeriksaan setelah barangnya keluar pelabuhan.

"Seharusnya ada proses yang lebih sederhana. Pengimpor ini adalah pemilik izin angkutan udara, tentu dia mengimpor dalam kaitan kebutuhan sparepart pesawatnya," ujarnya. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan