Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah berencana membebaskan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) 23 komoditas perkebunan di luar kelapa sawit. Rencana pemerintah ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Rabu (15/5/2019).
Dedi Junaedi, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian mengatakan ada 23 komoditas perkebunan di luar kelapa sawit yang akan diusulkan kepada Kementerian Keuangan untuk dibebaskan dari pengenaan PPN.
Usulan itu menjadi kesepakatan dalam rapat terkait putusan Mahkamah Agung No.70P/HUM/2013 yang menganulir Peraturan Pemerintah No.31/2017 terkait impor dan/atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
“Di saat semua harga komoditas perkebunan sedang mengalami penurunan, pembebasan PPN merupakan salah satu alternatif insentif bagi pekebun agar dapat lebih berdaya saing secara ekonomi,” katanya.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti usulan pelaku usaha terkait penurunan bea masuk biji kakao dari 5% menjadi 0% untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri. Pasalnya, impor bahan baku berupa biji kakao selama ini dibebani bea masuk dan pajak. Padahal, impor produk olahan kakao dikenai bea masuk 0%.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Ketua Forum Komunikasi Dewan Komoditas Perkebunan (FKDKP) Aziz Pane mengatakan kebijakan pembebasan PPN untuk komoditas perkebunan sudah lama ditunggu. Pasalnya, kebijakan ini dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pekebun.
“Kami sudah menunggu lama akan hal ini. Pekebun sudah terllau lama terbebani semenjak putusan MA itu berlaku,” katanya.
Seperti diketahui, Mahkamah Agung membatalkan sejumlah pasal di PP No. 31/ 2007 yang menetapkan barang hasil pertanian yang dihasilkan dari usaha pertanian, perkebunan, dan kehutanan, sebagai barang yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Pieter Jasman memaparkan impor kakao olahan, khususnya cocoa powder, meningkat. Hal ini terjadi karena bea masuk 0% setelah adanya perjanjian dagang Asean Free Trade Area (AFTA).
Di sisi lain, impor biji kakao sebagai bahan baku industri justru dikenakan bea masuk impor sebesar 5%, PPh 2,5%, dan PPN 10%. Secara total, ada biaya tambahan hingga 17,5% yang dikeluarkan produsen untuk mengimpor bahan baku tersebut.
“Kebijakan ini yang menurut industri tidak tepat dan justru mengakibatkan industri dan produk kakao olahan dalam negeri tidak kompetitif dan kalah bersaing,” katanya.
Pemerintah mengaku masih terus menggodok rancangan peraturan presiden (Perpres) terkait dengan program percepatan pengembangan listrik yang di dalamya mencakup sejumlah insentif fiskal. Dalam tahap awal, akan diberlakukan bea masuk 0% dan penurunan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan listrik.
“Perpres sebagai payung hukum sedang diformulasikan terutama mengenai persyaratan yang akan menggunakan fasilitas insentif,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Kinerja ekspor pada April 2019 diproyeksi masih lesu. Pada saat yang bersamaan, impor juga diproyeksi masih akan melambat karena berkurangnya permintaan bahan baku dan barang modal oleh industri. Di sisi lain, ada potensi kenaikan impor barang konsumsi menjelang Ramadan. Secara umum, neraca perdagangan April diproyeksi masih akan defisit.
Penurunan harga tiket pesawat terbang diperkirakan tidak akan berdampak signifikan pada penurunan tekanan laju inflasi Mei dan Juni. Pasalnya, penurunan harga tiket tidak terlalu besar karena hanya menurunkan sekitar 12%—16% tarif ambang batas atas. Penurunan ini hanya berlaku untuk maskapai full service mulai 16 Mei 2019. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.