Partner Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji memaparkan materi dalam focus group discussion (FGD) yang diselenggarakan Politeknik Negeri Manado. (tangkapan layar Zoom)
MANADO, DDTCNews – Guna menciptakan lulusan pajak yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri maka redesain kurikulum pajak yang tepat sasaran sangat diperlukan.
Partner Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji mengungkapkan setidaknya ada 5 paradigma yang dapat menjadi patokan untuk meredesain kurikulum pajak. Pertama, memandang pajak sebagai multi disiplin ilmu.
“Hal ini menjadi penting karena saat ini ada dikotomi atau tarik-menarik antara setiap fakultas yang menganggap pajak berada di areanya. Padahal, pajak merupakan ilmu yang berasal dari irisan berbagai aspek sehingga pembelajaran tentang pajak tidak bisa terpisah-pisah. SDM di bidang pajak itu harus memiliki pemahaman yang komplet,” jelas Bawono, Rabu (2/6/2021).
Kedua, mempelajari pajak dengan perbandingan negara lain. Pasalnya, persoalan pajak yang dihadapi suatu negara mungkin saja sudah ada solusi yang diterapkan negara lain. Ketiga, mempelajari pajak dengan studi kasus.
Keempat, meningkatkan kuantitas, kualitas, serta variasi latar belakang tenaga pengajar pajak. Hal ini bisa dilakukan dengan memperbanyak kerja sama dengan pihak eksternal. Kelima, akademisi dan praktisi saling berkolaborasi sehingga link and match dapat terwujud.
“Perkembangan teknologi akan membuat sumber daya manusia (SDM) lebih dinilai dari bagaimana dia mencoba studi komparasi, interpretasi, dan analisis. Dengan demikian, tidak hanya melihat teori atau langsung ke praktik tapi juga bagaimana memadukannya dengan isu lain,” terang Bawono
Bawono juga memberikan contoh beberapa kampus luar negeri yang memiliki program pajak kelas dunia berbeda dari kampus lain. Misalnya, International Tax Center (ITC) Leiden unggul di bidang hukum pajak internasional. Sementara itu, Harvard lebih unggul pada proses pembuatan kebijakan pajak.
“Sehingga, masing-masing kampus memiliki suatu keunggulan pada aspek tertentu. Jadi, ini mungkin bisa menjadi strategi yang perlu dipertimbangkan,” terang Bawono.
Bawono menyatakan untuk mencetak lulusan sarjana terapan yang sesuai dengan harapan dunia usaha dan dunia industri, pembelajaran juga harus dibarengi dengan praktik langsung. Dengan demikian, perguruan tinggi bisa membuktikan lulusannya tidak hanya paham teori.
Dalam kesempatan tersebut, Bawono juga menguraikan soft skill yang dibutuhkan dunia kerja pada 2025 versi World Economic Forum. Menurutnya, daftar soft skill tersebut juga relevan dengan kebutuhan dunia perpajakan.
Secara lebih terperinci, soft skill tersebut meliputi kemampuan berpikir analitis dan inovatif; belajar secara aktif dan mandiri; complex problem solving; berpikir kritis dan analisis; serta kreatif, original, dan inisiatif.
Selanjutnya, kemampuan memimpin dan bersosialisasi; ketahanan, toleransi stress, dan fleksibilitas di dunia kerja; memecahkan masalah, penalaran, dan membuat ide; serta melek teknologi. Menurut Bawono, kesembilan soft skill tersebut sangat penting.
Pasalnya, digitalisasi atas pekerjaan yang kini dikerjakan secara manual serta basic compliance berpotensi membuat kompetensi yang menjadi daya tawar SDM pajak tergeser pada kemudian hari. Terlebih, ketentuan pajak sangat dinamis. Untuk itu, SDM pajak perlu dibekali soft skill yang memadai.
“SDM juga perlu dibekali kemampuan bagaimana mereka bisa update dengan situasi dan berpikir strategis, analitis, dan aware akan perubahan. Misalnya, bagaimana SDM melihat, memetakan, dan mengelola risiko-risiko dan manajemen pajak. Jadi, bukan lagi tentang basic compliance,” pungkasnya.
Sebagai informasi, pemaparan materi disampaikan dalam acara focus group discussion (FGD) yang diselenggarakan Politeknik Negeri Manado. Dalam kesempatan ini ada pula pemaparan dari Kanwil DJP Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo dan Maluku Utara tentang Insentif Pajak Supertax Deduction untuk Vokasi. Simak ‘Mengingatkan, Ada Insentif Pajak Pendidikan Vokasi yang Bisa Dipakai’. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.