KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Realisasi Denda Ultimum Remedium di Bidang Cukai Rp 67,13 M Tahun Lalu

Dian Kurniati | Kamis, 04 April 2024 | 14:13 WIB
Realisasi Denda Ultimum Remedium di Bidang Cukai Rp 67,13 M Tahun Lalu

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) mencatat realisasi denda administratif karena implementasi prinsip ultimum remedium di bidang cukai senilai Rp67,13 miliar pada 2023.

Laporan Kinerja DJBC 2023 menyatakan prinsip ultimum remedium di bidang cukai dilaksanakan terhadap 1.484 surat bukti penindakan (SBP). Prinsip ultimum remedium di bidang cukai dilaksanakan berdasarkan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

"Sehubungan dengan pelaksanaan UU HPP dan PMK 237/2022 ..., telah dilakukan pengenaan sanksi administrasi berupa denda atas pelanggaran pidana di bidang cukai yang tidak dilakukan penyidikan," bunyi Laporan Kinerja DJBC 2023, dikutip pada Kamis (4/4/2024).

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Laporan ini menyatakan dari angka pelaksanaan ultimum remedium terhadap 1.484 SBP, 156 SBP di antaranya dikenakan sanksi administratif di atas Rp100 juta dengan total senilai Rp47,05 miliar. Sementara itu, terdapat 85 SBP dengan pengenaan sanksi administratif di atas Rp150 juta dengan total sebesar Rp38,94 miliar.

UU Cukai yang direvisi dengan UU HPP mengatur ketentuan mengenai prinsip ultimum remedium di bidang cukai. Dalam hal ini, UU HPP mengatur penyesuaian sanksi administratif dalam upaya pemulihan kerugian pendapatan negara pada saat penelitian dan penyidikan.

Beleid itu menyatakan pejabat DJBC berwenang melakukan penelitian atas dugaan pelanggaran di bidang cukai. Jika hasil penelitian menunjukkan pelanggaran yang dimaksud bersifat pelanggaran administratif di bidang cukai, penyelesaiannya dapat dilakukan melalui pembayaran sanksi administratif.

Baca Juga:
Jual Rokok Eceran, Apakah Pedagang Wajib Punya NPPBKC?

Penelitian atas dugaan pelanggaran hanya dibatasi pada 5 pasal, yaitu Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58 UU Cukai. Kelimanya menyangkut pelanggaran perizinan, pengeluaran barang kena cukai (BKC), BKC tidak dikemas, BKC yang berasal dari tindak pidana, dan jual beli pita cukai.

Hasil penelitian yang tidak berujung pada penyidikan mewajibkan pelaku membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 3 kali jumlah cukai yang seharusnya dibayar.

Adapun terkait dengan ketentuan teknis penerapan prinsip ultimum remedium terhadap pelanggaran di bidang cukai pada tahap penelitian, Kemenkeu telah menerbitkan PMK 237/2022.

Baca Juga:
Gandeng Satpol PP DKI, Bea Cukai Amankan Jutaan Rokok Ilegal

Kemudian, perubahan juga berlaku untuk Pasal 64 UU Cukai yang terkait dengan pemulihan kerugian pendapatan negara pada tahap penyidikan. Dalam ketentuan sebelumnya, penghentian penyidikan mewajibkan pembayaran pokok cukai ditambah sanksi denda 4 kali cukai kurang dibayar.

Namun, melalui UU HPP, ketentuan tersebut diubah. Pemulihan kerugian pendapatan negara saat tahap penyidikan dilakukan dengan membayar sanksi denda sebesar 4 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.

Sebagai peraturan pelaksana terkait dengan penerapan ultimum remedium terhadap pelanggaran di bidang cukai pada tahap penyidikan, telah diterbitkan PP 54/2023 dan PMK 165/2023. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Senin, 21 Oktober 2024 | 20:00 WIB KEBIJAKAN CUKAI

Jual Rokok Eceran, Apakah Pedagang Wajib Punya NPPBKC?

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 15:30 WIB BEA CUKAI JAKARTA

Gandeng Satpol PP DKI, Bea Cukai Amankan Jutaan Rokok Ilegal

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Efisiensi Logistik, Pemerintah Kombinaskan INSW dan NLE

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja