KEBIJAKAN PAJAK

Rasio PPN Terhadap PDB Indonesia Masih Rendah, Ini Penjelasan Kemenkeu

Dian Kurniati | Kamis, 24 Juni 2021 | 11:19 WIB
Rasio PPN Terhadap PDB Indonesia Masih Rendah, Ini Penjelasan Kemenkeu

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan mencatat rasio pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada saat ini hanya sebesar 3,6%.

Pemerintah dalam laporan APBN Kita edisi Juni 2021 menyebut performa tersebut disebabkan tarif PPN Indonesia yang rendah serta pemberian berbagai pengecualian dan fasilitas PPN. Saat ini, rasio PPN Indonesia tercatat lebih rendah dibandingkan negara lain di dunia, termasuk negara tetangga.

"Kinerja PPN Indonesia masih di bawah negeri jiran seperti Thailand dan Singapura," tulis pemerintah dalam laporan tersebut, dikutip pada Kamis (24/6/2021).

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Laporan tersebut tidak memerinci rasio PPN di Thailand dan Singapura. Namun, terdapat data mengenai rata-rata rasio PPN negara lain seperti Turki, Argentina, Afrika Selatan, dan Meksiko yang mencapai 6,62%.

Tarif PPN Indonesia sebesar 10% juga masih di bawah rata-rata tarif negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), yakni 19%. Demikian pula jika dibandingkan dengan rata-rata tarif PPN di negara BRICS – Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan – sebesar 17%.

Pada saat ini, ada tren sejumlah negara menaikkan tarif PPN sebagai kompensasi kecenderungan negara-negara dunia dalam menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan. Pada 2020, tercatat 9 negara yang menurunkan tarif PPh perusahaan, termasuk Prancis, Kolombia, dan Belgia.

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

"Indonesia memang belum mengikuti kecenderungan berbagai negara dalam menaikkan tarif PPN,” tulis pemerintah dalam laporan tersebut.

Saat ini, pemerintah tengah mencoba untuk membangun pondasi perpajakan jangka menengah dan panjang melalui konsolidasi fiskal agar tercipta ruang fiskal dalam APBN.

Dalam konteks tersebut, peningkatan penerimaan perpajakan menjadi jalan paling rasional untuk ditempuh. Salah satunya dengan membuat sistem perpajakan yang berkeadilan dan setara melalui penghapusan berbagai pengecualian dan fasilitas PPN.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Menurut pemerintah, penghapusan pengecualian dan fasilitas PPN saat ini telah ditempuh banyak negara di dunia. Misalnya China yang tidak memberikan pengecualian PPN, tetapi memberikan fasilitas Zona Ekonomi Khusus.

Sementara itu, Singapura memberikan pengecualian pengenaan PPN seperti untuk sektor properti dan jasa keuangan, tetapi tidak memberikan fasilitas. Adapun di Indonesia, ada banyak pengecualian dan fasilitas PPN sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat.

“Masyarakat berpenghasilan tinggi diuntungkan karena mengonsumsi barang dan jasa yang sama dengan masyarakat berpenghasilan rendah,” imbuh pemerintah.

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

Di sisi lain, pemberian pengecualian dan fasilitas PPN mengakibatkan adanya distorsi ekonomi sehingga produk dalam negeri tidak bisa bersaing dengan produk impor. Alasannya, pengecualian PPN membuat produsen barang atau jasa dalam negeri yang memanfaatkan tidak bisa mengkreditkan pajak masukannya sehingga menambah biaya.

Terkait dengan pengurangan pengecualian dan fasilitas PPN, Anda dapat pula menyimak Fokus ‘Menata Ulang Pengecualian dan Fasilitas PPN’. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?