KAMUS PAJAK DAERAH

Ragam Istilah dalam UU HKPD

Nora Galuh Candra Asmarani | Selasa, 03 Januari 2023 | 13:00 WIB
Ragam Istilah dalam UU HKPD

TAHUN 2022 diawali dengan kabar diundangkannya UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). UU HKPD dipandang menjadi solusi dalam menghadapi berbagai tantangan desentralisasi fiskal.

Salah satu pilar UU HKPD ialah meningkatkan local taxing power. Hal tersebut di antaranya diwujudkan dengan perjanjian kerja sama antara Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK), Ditjen Pajak (DJP), dan pemerintah daerah.

UU HKPD juga ditujukan untuk memperbaiki kebijakan transfer ke daerah. Untuk itu, ruang lingkup ketentuan yang diatur dalam UU HKPD tidak hanya menyangkut pajak daerah dan retribusi daerah, tetapi juga tentang pengelolaan transfer ke daerah.

Baca Juga:
Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Berbicara perihal pajak daerah, retribusi daerah, dan transfer ke daerah maka terdapat beragam istilah yang terkait. Lantas, apa saja istilah-istilah yang termuat dalam UU HKPD?

Pendapatan Asli Daerah (PAD)
PENDAPATAN Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan daerah yang diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 angka 20 UU 1/2022).

PAD merupakan perwujudan dari asas desentralisasi dan menjadi salah satu sumber pendapatan daerah. Melalui PAD, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensinya.

Baca Juga:
Keputusan yang Dikirim via Coretax Dianggap Sudah Diterima Wajib Pajak

Sementara itu, pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 1 angka 21 UU HKPD).

Pajak daerah diklasifikasikan menjadi pajak yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan pajak yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota.

Pajak yang dipungut oleh pemerintah provinsi terdiri atas: Pajak Kendaraan Bermotor (PKB); Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB); Pajak Alat Berat (PAB); Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB); Pajak Air Permukaan (PAP); Pajak Rokok; dan Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Kemudian, pajak yang dipungut pemerintah kabupaten/kota, meliputi: Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2); Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT); Pajak Reklame; Pajak Air Tanah (PAT); Pajak MBLB; Pajak Sarang Burung Walet; Opsen PKB; dan Opsen BBNKB.

Lebih lanjut, retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (Pasal 1 angka 22 UU HKPD).

Terdapat 3 jenis retribusi terdiri, yaitu: Retribusi Jasa Umum; Retribusi Jasa Usaha; dan Retribusi Perizinan Tertentu. Adapun setiap jenis retribusi tersebut terdiri atas beragam jenis penyediaan/pelayanan/pelayanan pemberian izin. Simak “Beda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Baca Juga:
WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Kemudian, opsen pajak adalah pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu. Terdapat 3 jenis opsen dalam UU HKPD. Pertama, opsen PKB yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok PKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kedua, opsen BBNKB yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok BBNKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketiga, opsen pajak MBLB yang dikenakan oleh provinsi atas pokok pajak MBLB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca Juga:
Jelang Tutup Tahun, Realisasi Pajak Kanwil Khusus Capai 95% Target

Transfer ke Daerah (TKD)
TRANSFER ke Daerah (TKD) adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada daerah untuk dikelola oleh daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah (Pasal 1 angka 69 UU HKPD).

TKD mempunyai tujuan yang berbeda-beda, antara lain mengurangi ketimpangan fiskal antara pusat dan daerah, mengurangi ketimpangan fiskal antardaerah, dan mengurangi ketimpangan kualitas dan kuantitas layanan publik di daerah.

Merujuk UU HKPD, TKD terklasifikasi menjadi 6 jenis. Pertama, dana bagi hasil (DBH). DBH adalah bagian dari TKD yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu. Simak “Apa itu DBH Pajak?

Baca Juga:
Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

DBH dibagikan kepada daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah dan daerah, serta kepada daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.

Kedua, dana alokasi umum (DAU). DAU adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antar-daerah.

Ketiga, dana alokasi khusus (DAK). DAK adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh pemerintah.

Baca Juga:
Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Keempat, dana otonomi khusus (Dana Otsus). Dana Otsus adalah bagian dari TKD yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai pelaksanaan otonomi khusus sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang mengenai otonomi khusus.

Kelima, dana keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Dana Keistimewaan). Dana Keistimewaan adalah bagian dari TKD yang dialokasikan untuk mendukung urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang mengenai keistimewaan Yogyakarta.

Keenam, dana desa. Dana desa adalah bagian dari TKD yang diperuntukkan bagi desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP