Ilustrasi. (DDTCNews)
PARIS, DDTCNews – Otoritas pajak Prancis membuka saluran komunikasi terhadap perusahaan digital multinasional asal Amerika Serikat (AS) untuk mulai membayar pajak layanan digital (digital services tax/DST) pada tahun fiskal 2020.
Jubir Kemenkeu Prancis mengatakan perusahaan seperti Facebook dan Amazon merupakan contoh entitas bisnis yang mulai ditagih DST dengan tarif 3% untuk operasional di pasar domestik pada tahun ini. Jumlah tagihan pajak tersebut mencapai jutaan euro.
"Perusahaan seperti Facebook dan Amazon telah menerima komunikasi dari otoritas Prancis dalam beberapa hari terakhir yang intinya menuntut pembayaran pajak untuk tahun 2020," katanya, dikutip Kamis (26/11/2020).
Permintaan pembayaran DST dari perusahaan digital multinasional ini menegaskan posisi Prancis untuk mengakhiri kesepakatan dengan AS untuk menunda penerapan aksi unilateral sampai tercapai konsensus global.
Dengan kata lain, Pemerintah Prancis kemungkinan besar akan kembali berseteru dengan AS di tengah periode transisi kepemimpinan dari Donald Trump ke Joe Biden.
Pemerintah Prancis menyatakan penerapan DST menjadi kebutuhan mendesak tahun ini. Di sisi lain, perusahaan digital saat ini mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda dan dinilai belum membayar pajak dengan adil di negara tempat beroperasi dan menghasilkan laba.
"Kami tidak bisa menunggu lebih lama lagi dan perusahaan teknologi adalah pemenang besar saat pandemi Covid-19. Omzet mereka melonjak, tetapi masih belum membayar pajak dengan adil," tutur jubir Kemenkeu.
Sementara itu, Wakil Ketua Kebijakan Pajak dari US National Foreign Trade Council Cathy Schultz menilai keputusan Prancis tersebut merupakan imbas dari nihilnya kesepakatan internasional terkait dengan pajak digital.
Menurutnya, proses transisi kekuasaan di AS tidak akan menghalangi aksi balasan terhadap kebijakan DST Prancis. Setidaknya aksi balasan akan segera diterapkan dengan memberlakukan bea masuk 25% untuk komoditas Prancis yang di ekspor ke AS seperti perhiasan dan produk tas.
"Semua orang telah bersandar cukup keras pada OECD dan saat ini kami membutuhkan kesepakatan. Jika tidak ada kesepakatan hal seperti ini [aksi unilateral] akan merajalela dan mengakibatkan lebih banyak perang dagang," tuturnya seperti dilansir Financial Times. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.