Ilustrasi. Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengikuti apel pertama awal tahun di Lapangan Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (2/1/2024). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/tom.
JAKARTA, DDTCNews - Melalui PMK 168/2023, pemerintah menegaskan kembali ketentuan penghasilan serta pemotongan PPh Pasal 21 bagi pejabat negara, PNS, anggota TNI, anggota Polri, dan pensiunannya.
Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 17 ayat (1) PMK 168/2023, penghasilan tetap dan teratur setiap bulan bagi pejabat negara, PNS, anggota TNI, anggota Polri, dan pensiunannya menjadi beban APBN/APBD.
Seluruh penghasilan ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun penghasilan bagi pejabat negara yang dimaksud meliputi gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan atau imbalan tetap sejenisnya.
Bagi PNS, anggota TNI, dan anggota Polri, penghasilan yang dimaksud mencakup gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan. Bagi pensiunan, penghasilan yang dimaksud meliputi untuk uang pensiun dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan.
“Dasar pengenaan PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur … yaitu … penghasilan bruto 1 masa pajak atau … penghasilan kena pajak,” bunyi penggalan Pasal 17 ayat (2) PMK 168/2023, dikutip pada Rabu (31/1/2024).
Adapun penghasilan bruto yaitu seluruh penghasilan tetap dan teratur yang diterima atau diperoleh pejabat negara, PNS, anggota TNI, anggota Polri, dan pensiunannya. Sementara penghasilan kena pajak ditentukan berdasarkan pada penghasilan neto dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
“Jumlah penghasilan kena pajak sebagai dasar penerapan tarif … dibulatkan ke bawah hingga ribuan rupiah penuh,” bunyi penggalan Pasal 17 ayat (5) PMK 168/2023.
Penghasilan neto bagi pejabat negara, PNS, anggota TNI, atau anggota Polri ditentukan berdasarkan pada jumlah seluruh penghasilan bruto dalam 1 tahun pajak dikurangi dengan biaya jabatan, iuran program pensiun dan hari tua, serta zakat/sumbangan keagamaan wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia.
“Besarnya biaya jabatan … ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto, paling banyak Rp6 juta setahun atau paling banyak Rp500.000 sebulan,” bunyi penggalan Pasal 10 ayat (2) PMK 168/2023.
Adapun iuran program pensiun dan hari tua tersebut terkait dengan gaji yang dibayar oleh pejabat negara, PNS, anggota TNI, atau anggota Polri melalui pemberi kerja kepada:
Kemudian, zakat/sumbangan keagamaan yang dimaksud merupakan zakat/sumbangan keagamaan yang dibayarkan melalui pemberi kerja kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
Sementara itu, besarnya penghasilan neto bagi pensiunan ditentukan berdasarkan seluruh penghasilan tetap dan teratur dikurangi dengan biaya pensiun serta zakat/sumbangan keagamaan wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia.
“Besarnya biaya pensiun … ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto, paling banyak Rp2,4 juta setahun atau paling banyak Rp200.000 sebulan,” bunyi penggalan Pasal 11 ayat (2) PMK 168/2023.
Adapun zakat/sumbangan tersebut dibayarkan melalui pembayar uang pensiun berkala kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
Pasal 18 ayat (1) PMK 168/2023 memuat ketentuan penghitungan PPh Pasal 21 yang wajib dipotong bagi pejabat negara, PNS, anggota TNI, anggota Polri, dan pensiunannya pada setiap masa pajak selain masa pajak terakhir serta masa pajak terakhir.
Untuk setiap masa pajak selain masa pajak terakhir, PPh Pasal 21 dihitung menggunakan tarif efektif bulanan Pasal 13 ayat (2) huruf a dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan berupa penghasilan bruto 1 masa pajak.
Kemudian, untuk masa pajak terakhir, PPh Pasal 21 sebesar selisih antara PPh Pasal 21 yang terutang selama 1 tahun pajak/bagian tahun pajak dan PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada masa pajak selain masa pajak terakhir.
Adapun PPh Pasal 21 yang terutang selama 1 tahun pajak/bagian tahun pajak itu dihitung menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan berupa penghasilan kena pajak dalam 1 tahun pajak/bagian tahun pajak.
Jika kewajiban pajak subjektif baru dimulai setelah Januari atau berakhir sebelum Desember, penghitungan PPh Pasal 21 dilakukan berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan. Selain itu, pajaknya dihitung secara proporsional terhadap jumlah bulan dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan.
PMK 168/2023 juga memuat ketentuan jika pejabat negara, PNS, anggota TNI, anggota Polri, dan pensiunannya menerima penghasilan dari 2 pemberi kerja serta PPh Pasal 21 atas seluruh penghasilan dimaksud ditanggung oleh pemerintah.
Dalam kondisi tersebut, penghitungan pada masa pajak terakhir—yang dilakukan oleh selain pemberi kerja yang membayar gaji pokok—harus memperhitungkan jumlah seluruh penghasilan tetap dan teratur yang diterima atau diperoleh. Hal ini termasuk penghasilan dalam penghitungan PPh Pasal 21 pada pemberi kerja yang membayar gaji pokok.
Penghitungan tersebut dilakukan dalam hal:
Adapun surat pernyataan tersbeut dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A PMK 168/2023. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.