JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Rabu (20/9), kabar datang dari pemerintah yang mengeluarkan senjata baru untuk mendongkrak penerimaan pajak 2017 dan 2018 melalui terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36/2017 tentang Pajak Penghasilan atas Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap sebagai Penghasilan.
Lewat beleid yang merupakan turunan Pasal 18 UU Nomor 11/2016 tentang Pengampunan Pajak, otoritas pajak akan menyasar pajak penghasilan (PPh) atas harta wajib pajak ikut tax amnesty maupun yang tidak ikut program tersebut, sehingga aset-aset yang belum dilaporan atau diungkapkan tersebut dianggap menjadi penghasilan tambahan.
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan PP ini bersifat mendesak diterbitkan. Pasalnya, Ditjen Pajak hanya punya waktu tiga tahun sejak UU Pengampunan Pajak berlaku untuk menemukan data atau informasi atas harta wajib pajak yang belum dilaporkan.
Berita lainnya masih mengenai besarnya tarif PPh atas harta yang dianggap sebagai penghasilan tambahan dalam PP No. 36/2017 dan upaya extra effort Ditjen Pajak melalui beleid tersebut . Berikut ulasan selengkapnya:
Wajib pajak orang pribadi yang alpa melaporkan asetnya dalam program tax amnesty, harus membayar tarif pajak sebesar 30%. Adapun wajib pajak badan, tarif yang berlaku 25%. Bagi wajib pajak yang tidak memenuhi ketentuan pengalihan atau repatriasi harta akan kena tarif yang sama. Hal yang sama juga berlaku bagi wajib pajak yang tidak ikut tax amnesty. Atas harta bersih yang tidak dilaporkan secara benar dalam SPT PPh sebelum 1 Juli 2019, mereka harus membayar tarif 30% bagi wajib pajak pribadi dan badan 25%. Sementara wajib pajak UMKM tarifnya 12,5%.
Ditjen Pajak memastikan proses extra effort melalui penerbitan PP No. 36/2017 akan dilakukan secara hati-hati. Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menegaskan proses intensifikasi ini diharapkan tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. Menurutnya, basis data tax amnesty akan digunakan untuk menguji kepatuhan formal dan material wajib pajak yang nantinya dapat mendorong pertumbuhan yang baik.
Pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga tahun ini akan dipengaruhi oleh kebijakan fiskal pemerintah dalam mempercepat penyerapan belanja modal yang sebelumnya dinilai belum maksimal. Ekonom Indef Bhima Yudhistira memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga akan mencapai 5,1% didorong oleh shifting pembayaran gaji ke-13 pegawai negeri ke kuartal ketiga. Namun, belanja modal dinilai masih cukup rendah yang hingga Agustus 2017 baru mencapai Rp75 triliun atau 36,37% dari target dalam APBNP 2017 sebesar Rp206,2 triliun.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.