PMK 166/2020

PMK Baru, Sri Mulyani Ubah Jenis Kayu Olahan yang Kena Bea Keluar

Nora Galuh Candra Asmarani | Senin, 26 Oktober 2020 | 12:03 WIB
PMK Baru, Sri Mulyani Ubah Jenis Kayu Olahan yang Kena Bea Keluar

Tampilan awal salinan PMK 166/2020. 

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyesuaikan besaran tarif bea keluar dan uraian jenis barang ekspor berupa kayu.

Perubahan besaran tarif bea keluar dan uraian jenis barang tersebut tertuang dalam PMK 166/2020. Terbitnya beleid ini untuk mendorong ekspor produk kehutanan berupa kayu veneer dan slat pensil serta untuk mendukung hilirisasi produk kayu olahan di dalam negeri.

“Perlu melakukan penyesuaian terhadap tarif bea keluar dan uraian jenis barang kayu veneer dan slat pensil, serta melakukan penyesuaian terhadap tarif bea keluar dan uraian jenis barang kayu olahan berupa kayu merbau, kayu meranti putih, dan kayu meranti kuning,” bunyi salah satu pertimbangan dalam beleid itu.

Baca Juga:
Jasa Layanan QRIS Kena PPN 12%, Pembeli Tak Kena Beban Pajak Tambahan

Melalui PMK 166/2020, otoritas mengubah besaran tarif bea keluar dan uraian jenis barang ekspor berupa kayu yang dikenakan bea keluar yang sebelumnya tercantum dalam Lampiran II huruf A PMK 13/2017 s.t.d.t.d. PMK 164/2018.

Kayu veneer, berupa lembaran tipis kayu yang diperoleh dengan cara mengupas atau menyayat kayu bundar atau kayu gergajian dengan ketebalan tidak lebih dari 6 mm, dikenakan tarif bea keluar sebesar 5%. Tarif itu lebih rendah dari sebelumnya 15%.

Adapun kayu veneer yang sekarang dikecualikan dari pengenaan bea keluar adalah slat kayu/slat pensil dengan lebar tidak lebih dari 80 mm. Sebelumnya, slat kayu/slat pensil yang dikecualikan adalah yang memiliki lebar tidak lebih 70 mm.

Baca Juga:
Apa Itu Surat Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar?

Selain itu, rincian pos tarif pada kayu veneer juga lebih beragam ketimbang yang dicantumkan dalam beleid terdahulu. Rincian uraian jenis kayu olahan yang dikenakan bea keluar, masih dalam PMK 166/2020, juga berubah.

Saat ini, terdapat 3 jenis produk kayu olahan yang dikenakan bea keluar. Pertama, produk kayu olahan yang diratakan keempat sisinya sehingga permukaannya menjadi rata dan halus dengan ketentuan luas penampang 1000 mm2 s/d 4000 mm2. Produk jenis pertama ini dikenakan tarif bea keluar 5%.

Kedua, produk kayu olahan yang diratakan keempat sisinya sehingga permukaannya menjadi rata dan halus dari jenis kayu merbau, meranti putih, dan meranti kuning dengan ketentuan luas penampang lebih dari 4000 mm2 s/d 10000 mm2. Produk jenis ini dikenakan tarif bea keluar sebesar 10%.

Baca Juga:
Kemenkeu Catat Belanja Perpajakan 2023 Tembus Rp362 Triliun, Naik 6,3%

Ketiga, produk kayu olahan yang diratakan keempat sisinya sehingga pemmkaannya menjadi rata dan halus dari jenis kayu merbau, meranti putih, dan meranti kuning dengan ketentuan luas penampang lebih dari 10000 mm2 s/d 15000 mm2. Produk jenis ini dikenakan tarif bea keluar sebesar 15%.

Perincian lebih jelas atas besaran tarif bea keluar dan uraian jenis barang ekspor berupa kayu yang dikenakan bea keluar tercantum dalam lampiran II huruf A PMK 166/2020. Adapun beleid ini mulai berlaku sejak 23 Oktober 2020. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 23 Desember 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jasa Layanan QRIS Kena PPN 12%, Pembeli Tak Kena Beban Pajak Tambahan

Rabu, 18 Desember 2024 | 18:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Surat Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar?

Senin, 16 Desember 2024 | 11:06 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN 2023

Kemenkeu Catat Belanja Perpajakan 2023 Tembus Rp362 Triliun, Naik 6,3%

Jumat, 13 Desember 2024 | 15:00 WIB KANWIL DJP BALI

Kanwil DJP Bali Adakan Pelatihan Juru Sita Pajak Daerah

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?