JAKARTA, DDTCNews – Melalui revisi Peraturan Gubernur Nomor 38 tahun 2017 tentang Pemungutan Pajak Air Tanah yang diterbitkan pada April 2017, Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta akan melakukan pemungutan pajak air tanah mulai dari kegiatan penghimpunan data objek dan subjek pajak.
Kepala BPRD DKI Jakarta Edi Sumantri mengatakan BPRD juga akan menentukan besarnya pajak yang terutang serta kegiatan penagihan pajak kepada wajib pajak sampai dengan pengawasan penyetorannya.
“Hal tersebut perlu diatur secara lebih rinci agar tetap dapat menjaga pelestarian lingkungan hidup dan penataan air yang diselaraskan dengan kebijakan pemerintahan daerah,” jelasnya di Balai Kota, Senin (22/5).
Edi menjelaskan setiap wajib pajak harus mendaftarkan diri dan melaporkan pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah dengan menggunakan formulir SPOPD ke BPRD atau ke Unit Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah (UPPRD) di kecamatan obyek pajak berasal dalam jangka waktu paling lambat 15 hari sebelum pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah.
Pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah adalah setiap kegiatan yang dilakukan dengan cara penggalian, pengeboran atau dengan cara membuat bangunan penutup lainnya untuk memanfaatkan air tanah dan atau tujuan lainnya.
“Kalau air tanahnya itu yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah, maka pajak air tanah ini kita lakukan dengan cara pemeriksaan dan pencatatan meter air untuk mengetahui volume air yang diambil,” tutur Edi.
Lebih lanjut, Edi mengatakan pemanfaatan air bawah tanah juga berlaku pada proses dewatering atau kegiatan pengontrolan air. Dewatering dikenakan pajak air tanah dengan menghitung luas yakni selimut dinding lahan dewatering yang merupakan seluruh luas bidang permukaan lahan dewatering.
Wajib pajak yang melakukan pembayaran pajak air tanah setelah tanggal jatuh tempo yang ditetapkan akan dikenakan sanksi administrasi, berupa bunga sebesar 2% per bulan untuk jangka waktu paling lama 15 bulan.
Sementara itu, pengamat Tata Kota Nirwono Joga mengatakan sudah saatnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI menghentikan pengambilan dan pemanfaatan air tanah. Sebab, seperti dilansir dalam bprd.jakarta.go.id, kegiatan pembangunan dan pengambilan air tanah secara masif berdampak pada semakin menurunnya permukaan tanah di Ibu Kota.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.