KEBIJAKAN PAJAK

Perbaiki Tax Ratio, Pemerintahan Prabowo Perlu Redesain Sistem Pajak

Muhamad Wildan | Selasa, 12 November 2024 | 12:23 WIB
Perbaiki Tax Ratio, Pemerintahan Prabowo Perlu Redesain Sistem Pajak

Founder DDTC Darussalam dalam regular tax discussion (RTD) bertajuk Arah Kebijakan Perpajakan di Era Pemerintahan Kabinet Merah Putih yang digelar oleh KAPj IAI, Selasa (12/11/2024).

JAKARTA, DDTCNews - Reformasi pajak masih diperlukan dalam rangka menyelesaikan persoalan fundamental dalam sistem pajak Indonesia.

Founder DDTC Darussalam mengatakan persoalan fundamental dalam sistem pajak Indonesia tecermin pada tax ratio Indonesia yang masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata 36 negara Asia, serta tax buoyancy yang konsisten di bawah 1 dari tahun ke tahun.

"Indonesia memiliki tax ratio yang relatif rendah, bahkan lebih rendah dari rata-rata 36 negara Asia. Ini yang seharusnya menjadi persoalan kita bersama. Kalau dibandingkan dengan negara OECD, makin jauh ketertinggalan kita," ujar Darussalam dalam regular tax discussion (RTD) bertajuk Arah Kebijakan Perpajakan di Era Pemerintahan Kabinet Merah Putih yang digelar oleh KAPj IAI, Selasa (12/11/2024).

Baca Juga:
Jelang Tutup Tahun, Realisasi Pajak Kanwil Khusus Capai 95% Target

Sejak 2010, tax ratio Indonesia tercatat hanya berkutat di 9% hingga 12% meski penerimaan pajak terus bertumbuh dari tahun ke tahun. Pada 2023, tax ratio Indonesia tercatat hanya sebesar 10,31%, di bawah standar ideal yang ditetapkan IMF minimal sebesar 15%.

Terkait dengan tax buoyancy, Darussalam mengatakan rata-rata tax buoyancy Indonesia dari 2010 hingga 2019 hanya sebesar 0,88, kurang dari 1. "Artinya apa? Kita tidak mampu mengambil bagian dari kenaikan PDB untuk meningkatkan penerimaan pajak. Dari 1 kenaikan [PDB], kita hanya bisa ambil 0,88," ujar Darussalam.

Untuk meningkatkan tax ratio dan tax buoyancy, Darussalam mengatakan pemerintah perlu melakukan redesain pada 4 aspek. Pertama, pemerintah perlu meredesain struktur penerimaan pajak.

Baca Juga:
Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Bila penerimaan pajak diamati secara sektoral berdasarkan klasifikasi lapangan usaha, sesungguhnya masih terdapat beberapa sektor perekonomian yang masih kurang dipajaki.

Sektor dimaksud salah satunya adalah sektor pertanian. Saat ini, sektor pertanian memiliki kontribusi 13,02% terhadap PDB, tetapi kontribusinya terhadap penerimaan pajak tidak mencapai 3%.

Untuk meningkatkan tax ratio, struktur penerimaan pajak perlu diperbaiki dengan cara mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor-sektor yang masih cenderung undertaxed.

Baca Juga:
PPN 12%, Airlangga: Kenaikan Penerimaan Pajak Bantu Asta Cita Presiden

Lebih lanjut, saat ini penerimaan pajak Indonesia masih banyak disokong oleh PPh badan. Kontribusi wajib pajak orang pribadi terhadap PPh masih cenderung minim. Agar tax ratio Indonesia bisa naik, kontribusi wajib pajak orang pribadi perlu ditingkatkan.

"Kalau kita masih mengandalkan PPh badan, sementara yang selalu kita anut ketika melakukan komparasi adalah negara-negara OECD, ya tentu kita harus sepakat bahwa PPh orang pribadi harus menjadi ujung tombak," ujar Darussalam.

Kedua, pemerintah perlu meredesain pendekatan pemajakan dari enforced compliance menuju cooperative compliance. Menurut Darussalam, banyak negara sudah meninggalkan upaya peningkatan kepatuhan pajak melalui enforcement.

Baca Juga:
Dibantu Lurah hingga Camat, Realisasi PBB-P2 Tuban Sudah Tembus Target

Guna menciptakan cooperative compliance, pemerintah perlu menyederhanakan sistem perpajakan dan meningkatkan partisipasi publik dalam penyusunan kebijakan pajak.

"Simplifikasi akan menurunkan compliance cost, partisipasi akan menekan dispute yang harus dibawa ke Pengadilan Pajak dan MA. Dengan demikian, kedua hal ini harus dilakukan ke depan, simplifikasi dan menyertakan partisipasi publik untuk memberikan suara dalam kebijakan pajak, khususnya yang di PP, PMK, dan perdirjen," ujar Darussalam.

Ketiga, pemerintah perlu meredesain regulasi pajak agar sesuai dengan konsepsi yang sesungguhnya. Contoh, pemerintah perlu mengembalikan netralitas PPN dengan mengurangi beragam fasilitas pengecualian dan pembebasan yang berlaku saat ini.

Baca Juga:
Prabowo Akui Ekonomi Indonesia Belum Tumbuh Secara Merata

"Bagaimana agar penerimaan PPN kita meningkat? Saya bilang, jagalah netralitas PPN. Salah satu netralitas PPN adalah sedikit pengecualian. Awalnya semangat dari teman-teman DJP adalah memperkecil pengecualian PPN. Namun, ketika ini diusung, politiknya adalah kalau kebutuhan pokok tidak dikecualikan, ini akan jadi ramai," ujar Darussalam.

Menurut Darussalam, PPN seharusnya bisa tetap dikenakan terhadap kebutuhan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat kecil sepanjang kebijakan tersebut dilengkapi dengan earmarking belanja. Lewat earmarking, PPN atas kebutuhan pokok akan langsung dikembalikan ke masyarakat melalui belanja pemerintah.

Keempat, pemerintah perlu meredesain kelembagaan otoritas pajak. Menurut Darussalam, otoritas pajak memerlukan fleksibilitas dalam aspek penganggaran dan rekrutmen SDM.

Baca Juga:
Year End Dinner 2024, DDTC Tanamkan Core Values bagi Seluruh Pegawai

Di banyak negara, otoritas pajak berhak untuk menggunakan anggaran sebesar persentase tertentu dari pajak yang sudah dikumpulkan otoritas. "Dari sisi SDM, perlu ada fleksibilitas untuk memanggil orang-orang terbaik di Indonesia untuk bisa bergabung ke lembaga pajak ini dengan remunerasi yang tidak kalah dengan yang ada di luar," ujar Darussalam.

Sejalan dengan hal tersebut, pentingnya isu perpajakan di era pemerintahan Prabowo juga turut menjadi perhatian DDTC. Baru-baru ini, DDTC menerbitkan 4 buku terbaru yang dapat menjadi panduan bagi publik untuk belajar perpajakan dan memahami arah kebijakan ke depan.

  1. Buku Konsep Dasar Pajak: Berdasarkan Perspektif Internasional.
  2. Buku DDTC Indonesian Tax Manual 2024: Navigating the Dynamics of Tax Regulations.
  3. Buku DDTC Indonesian Tax Manual 2024: Menelusuri Dinamika Peraturan Perpajakan.
  4. Buku Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran.

Untuk Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran, buku ini relevan diletakkan dalam konteks Kabinet Merah Putih. Terlebih, gagasan penulis menyentuh agenda perpajakan yang telah diusung Prabowo-Gibran dalam 8 Program Hasil Terbaik Cepat, 17 Program Prioritas, ataupun Asta Cita.

Baca Juga:
Kenaikan PPN Jadi Jalan Tengah Tingkatkan Penerimaan Negara

Buku tersebut juga merupakan hasil kolaborasi ahli dan profesi, mulai dari praktisi pajak, akademisi, aparatur sipil negara (ASN), konsultan pajak, wiraswasta, jurnalis, karyawan swasta, hingga mahasiswa. Artinya, gagasan-gagasan kaya perspektif, baik dari sisi otoritas maupun wajib pajak sekarang dan masa depan.

Sebagai tambahan informasi, hingga saat ini, DDTC telah menerbitkan 27 buku. Rencananya, sampai dengan akhir 2024, DDTC akan melengkapinya menjadi 30 buku. Simak Susun dan Tinjau Kebijakan Pajak Kabinet Merah Putih, Baca 4 Buku DDTC. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 17:13 WIB KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS

Jelang Tutup Tahun, Realisasi Pajak Kanwil Khusus Capai 95% Target

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Sabtu, 21 Desember 2024 | 08:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN 12%, Airlangga: Kenaikan Penerimaan Pajak Bantu Asta Cita Presiden

Kamis, 19 Desember 2024 | 14:30 WIB KABUPATEN TUBAN

Dibantu Lurah hingga Camat, Realisasi PBB-P2 Tuban Sudah Tembus Target

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak