JAKARTA, DDTCNews – Peringkat daya saing Indonesia berdasarkan laporan Global Competitiveness Index 2017-2018 World Economic Forum (WEF) terkerek hingga menempati posisi 36 yang sebelumnya berada di posisi 41. WEF juga mencatat beberapa hal yang masih menjadi PR pemerintah.
WEF menilai Indonesia telah memperbaiki kinerja di semua pilar mulai dari infrastruktur hingga perbaikan makro ekonomi. Peningkatan peringkat Indonesia disebabkan oleh besarnya ukuran pasar yang saat ini berada pada posisi 9 dan kuatnya lingkungan makro ekonomi yang saat ini berada pada posisi 26.
“Indonesia sebagai salah satu negara terbaik dalam inovasi di antara negara lain yang sedang bertumbuh. Kemudian, Indonesia pun berada pada posisi 31 dalam hal inovasi adn posisi 32 dalam hal kecanggihan bisnis,” demikian keterangan resmi weforum.org, Kamis (28/9).
Kendati Indonesia saat ini sudah berada pada posisi 36, peringkat daya saing Indonesia masih berada di bawah 3 negara tetangga seperti Thailand di posisi 32, Malaysia di posisi 23 dan Singapura di posisi 3. Tapi NKRI masih berada lebih tinggi dibanding beberapa negara lainnya.
Peringkat daya saing Indonesia masih lebih tinggi dari Vietnam di posisi 55, Filipina di posisi 56 dan Brunei Darussalam di posisi 46. Dari 17 negara Asia Timur dan Pasifik, 13 diantaranya bisa meningkatkan penilaian mereka secara keseluruhan.
“Indonesia dan Brunei Darussalam mencatatkan langkah terbesar selama satu tahun terakhir,” ungkap keterangan resmi WEF.
Sebelumnya, peringkat daya saing Indonesia turun dari posisi 37 menjadi 41 yang disebabkan karena marakinya korupsi, terbatasnya infrastruktur, inefisiensi birokrasi pemerintah, inflasi, ketidakstabilan kebijakan, akses pendanaan, kebijakan pajak dan beberapa hal lainnya.
Adapun, WEF juga mencatat Indonesia masih memiliki nilai rendah pada aspek kesiapan teknologi. Kondisi ketenagakerjaan Indonesia hingga saat ini masih menjadi sorotan seperti akibat rendahnya keterlibatan perempuan dalam dunia kerja.
Meski demikian ada beberapa hal yang masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah Indonesia untuk memperbaiki berbagai aspek tersebut . Bahkan Indonesia juga dinilai cukup jauh tertinggal jika ditinjau dari sisi kesiapan teknologi.
Selain itu, kemajuan yang signifikan juga dibutuhkan dalam sektor efisiensi pasar tenaga kerja. Indonesia dianggap masih terbebani dengan biaya redundansi yang berlebihan, fleksibilitas penguasaan upah yang terbatas serta kurangnya keterlibatan wanita dalam tenaga kerja. (Amu/Gfa)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.