Seorang penjaja makanan/minuman melintas di jalanan. (Ilustrasi)
PALEMBANG, DDTCNews—Pedagang kecil yang tergabung dalam Forum Komunikasi Kuliner Bersatu Palembang menuntut Pemerintah Kota Palembang, Sumatera Selatan merevisi Perda Nomor 2 Tahun 2018 tentang Pajak Daerah.
Pasalnya, para pedagang keberatan dengan cara Pemkot dan DPRD Kota Palembang mendefinisikan objek pajak restoran, yaitu usaha kuliner secara umum, yang mencakup penjaja makanan/minuman dengan sepeda atau sepeda motor.
“Perluasan definisi ini sudah berlawanan dengan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,” kata Bima Sakti, Koordinator Aksi Forum Komunikasi Kuliner Bersatu Palembang, saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Pemkot Palembang, Senin (2/3/2020).
Berdasarkan pengecekan DDTCNews, UU No. 28 Tahun 2009 mendefinisikan restoran sebagai fasilitas penyedia makanan/minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup rumah makan, kafetaria, bar, kantin, warung, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.
UU tersebut tidak menyebut penjaja makanan dengan sepeda atau sepeda motor. Namun, ada frasa ‘dan sejenisnya’. Atas pelayanan restoran itu, UU No. 28 Tahun 2009 menyebut, pemerintah daerah berhak memungut pajak paling tinggi 10% dari yang diterima restoran, atau omzet restoran.
“Penetapan tarif 10% terlalu tinggi jika diambil dari omzet. Jika penjualannya saja Rp3 juta per bulan, maka kena pajak Rp100 ribu per hari. Kami mendesak Pemkot Palembang merevisi kembali Perda tersebut. Kami sangat keberatan dan ini tidak berpihak bagi pelaku usaha kecil,” kata Bima.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Daerah Kota Palembang Ratu Dewa mengatakan pemkot akan merespons apa yang menjadi tuntutan pedagang. Terkait dengan revisi Perda No. 2 Tahun 2018, ia akan melakukan pengkajian dan pembahasan tuntutan tersebut.
“Terlepas mereka yang hadir kena pajak atau tidak, apa yang menjadi keberatan para pedagang tetap kami respons. Sebenarnya apa yang disampaikan itu juga sedang dalam pembahasan di DPRD Kota Palembang, termasuk pengklasifikasian restoran kena pajak,” ujarnya seperti dilansir ampera.co.
Dewa mengaku secara pribadi sepakat perlu klasifikasi ulang untuk mengatur objek pajak restoran. Seharusnya, pajak restoran 10% itu tidak berlaku merata, ada klasifikasi pedagang yang tidak terkena pajak restoran. “Tidak mungkin pedagang bersepeda kami samakan dengan restoran,” tuturnya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Bahkan aturan tersebut tidak memenuhi syarat formil pemungutan pajak, yaitu asas equality (pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay)..🤔