KOTA BIMA

Kota Ini Bedakan Tarif Pajak untuk Kantin, Warung, hingga Katering

Nora Galuh Candra Asmarani | Senin, 09 Desember 2024 | 12:00 WIB
Kota Ini Bedakan Tarif Pajak untuk Kantin, Warung, hingga Katering

Ilustrasi.

BIMA, DDTCNews – Pemerintah Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) memperbarui tarif pajak daerah yang berlaku di wilayahnya. Pembaruan tersebut dilakukan melalui Peraturan Daerah (Perda) Kota Bima 1/2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Pembaruan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan ketentuan terbaru yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).

“... bahwa perubahan pengaturan dibidang perpajakan dan retribusi di daerah dengan berlakunya UU HKPD telah menyebabkan beberapa peraturan daerah yang mengatur mengenai pajak daerah dan retribusi daerah sudah tidak sesuai lagi dengan amanat undang-undang, sehingga perlu diganti,” bunyi salah satu pertimbangan perda itu, dikutip pada Senin (9/12/2024).

Baca Juga:
Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Secara lebih terperinci, Perda Kota Bima 1/2024 tersebut menetapkan tarif atas 9 jenis pajak daerah. Pertama, tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) ditetapkan dalam 3 jenjang, tergantung pada nilai jual objek pajak (NJOP). Berikut perinciannya:

  • 0,1% untuk NJOP sampai dengan Rp500 juta;
  • 0,15% untuk NJOP antara Rp500 juta sampai dengan Rp1 miliar;
  • 0,2% untuk NJOP lebih dari Rp1 miliar.

Selain itu, ada pula tarif PBB-P2 yang berlaku khusus untuk objek pajak berupa lahan produksi pangan dan ternak. Adapun tarif PBB-P2 untuk objek pajak berupa lahan produksi pangan dan ternak juga ditetapkan dalam 3 jenjang, tergantung pada NJOP. Berikut perinciannya:

  • 0,03% untuk NJOP sampai dengan Rp300 juta;
  • 0,05% untuk NJOP antara Rp300 juta sampai dengan Rp750 juta;
  • 0,07% untuk NJOP lebih dari Rp750 juta.

Kedua, tarif bea perolehan hak atas tanah (BPHTB) ditetapkan sebesar 5%. Ketiga, tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) umumnya ditetapkan sebesar 10%. Namun, terdapat sejumlah sektor yang dikenakan tarif khusus, sebagai berikut:

Baca Juga:
Opsen Pajak Kendaraan Tidak Berlaku di Jakarta, Ternyata Ini Sebabnya
  • Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan sebesar 40%;
  • Khusus tarif PBJT atas tenaga listrik untuk konsumsi tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, ditetapkan sebesar 3%;
  • Khusus tarif PBJT atas tenaga listrik untuk konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, ditetapkan sebesar 1,5%
  • Khusus tarif PBJT atas makanan dan/atau minuman pada kantin, warung, katering, dan rombong ditetapkan sebesar 5%
  • Khusus tarif PBJT atas jasa perhotelan pada hotel melati ditetapkan sebesar 7%
  • Khusus tarif PBJT atas jasa perhotelan pada losmen, pesanggrahan, rumah penginapan/ guest house/ bungalow/ resort/ cottage, tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel dan glamping ditetapkan sebesar 5%.

Keempat, tarif pajak reklame ditetapkan sebesar 25%. Kelima, tarif pajak air tanah (PAT) ditetapkan sebesar 20%. Keenam, tarif pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB) ditetapkan sebesar 20%. Ketujuh, tarif pajak sarang burung walet ditetapkan sebesar 10%.

Kedelapan, tarif opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) ditetapkan sebesar 66% dari PKB terutang. Kesembilan, tarif opsen bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) ditetapkan sebesar 66% dari BBNKB terutang.

Kendati perda tersebut telah berlaku sejak 3 Januari 2024, ketentuan mengenai pajak MBLB, opsen PKB, dan opsen BBNKB baru akan berlaku mulai 5 Januari 2025. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 14:00 WIB PROVINSI DAERAH KHUSUS JAKARTA

Opsen Pajak Kendaraan Tidak Berlaku di Jakarta, Ternyata Ini Sebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 12:30 WIB KABUPATEN PURWOREJO

Ratusan ASN Nunggak PBB, Pemda Gencarkan Penagihan dan Siapkan Sanksi

Selasa, 24 Desember 2024 | 10:00 WIB PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Antisipasi Dampak Opsen, Pemprov Kalbar Beri Keringanan Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP