Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pengusaha ritel membutuhkan waktu sekitar 3 bulan untuk melihat efek kebijakan kenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) pasal 22 impor pada rantai permintaan dan penawaran.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan dalam periode tersebut, pelaku usaha akan bisa melihat ada atau tidaknya perubahan pola konsumsi masyarakat setelah tarif PPh pasal 22 impor sekitar 1.147 komoditas naik.
“Kita harus lihat dalam kurun waktu tiga bulan,” katanya, Rabu (12/9/2018).
Menurutnya, titik berat dari kebijakan ini adalah perubahan perilaku konsumen yang seharusnya akan memilih barang produksi dalam negeri. Sebagai pengusaha ritel, pihaknya akan menunggu pergerakan komoditas yang sudah memiliki substitusinya di Tanah Air.
Ketika terjadi perubahan pola konsumsi, sambungnya, dapat dikatakan kebijakan pengendalian impor berjalan dengan tepat sasaran. Sebaliknya, jika tidak ada perubahan, kondisi itu membawa sinyal buruk bagi industri lokal.
Maklum, kenaikan tarif PPh pasal 22 impor memberikan tambahan keunggulan komparatif bagi produk dalam negeri. Jika konsumen tetap memilih barang impor, keunggulan komparatif dari sisi harga tidak berpengaruh besar.
“Bila sudah dinaikkan tapi masih dibeli maka ada masalah di produksi dalam negeri karena jadi tidak berdaya saing,” terangnya.
Seperti diketahui, kenaikan tarif PPh pasal 22 impor untuk 1.147 komoditas diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 110/PMK.010/2018. Beleid ini mengubah aturan sebelumnya yakni Peraturan Menteri Keuangan No.34/PMK.010/2017. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.