REKONSILIASI FISKAL (14)

Penghitungan Biaya BPHTB sebagai Pengurang Penghasilan Bruto

Awwaliatul Mukarromah | Kamis, 30 April 2020 | 17:12 WIB
Penghitungan Biaya BPHTB sebagai Pengurang Penghasilan Bruto

BEA perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) merupakan salah satu jenis pajak melekat pada transaksi pengalihan atas tanah dan bangunan. Jenis pajak ini dipungut oleh pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

Terkait dengan rekonsiliasi fiskal, biaya yang dikeluarkan wajib pajak berupa BPHTB dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh, besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi antara lain biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk antara lain pajak kecuali PPh. Artinya, biaya jenis pajak lain dapat menjadi pengurang selama berkaitan dengan kegiatan usaha.

Lebih lanjut, Pasal 9 ayat (2) UU PPh menyatakan pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak diperbolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A UU PPh.

Baca Juga:
Omzet Sudah Tembus Rp4,8 Miliar, Kapan Harus Mulai Pembukuan?

Merujuk Pasal 11 ayat (1) UU PPh, penyusutan dilakukan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.

Sementara itu, berdasarkan Pasal 11A ayat (1) UU PPh, amortisasi dilakukan atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Berdasarkan ketentuan di atas, mengingat pengeluaran BPHTB melekat pada perolehan harta berwujud berupa tanah dan bangunan yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun maka alokasi pembiayaannya dilakukan dengan metode penyusutan atau amortisasi.

Baca Juga:
Dorong Pembayaran Piutang Pajak, KPP Adakan Kelas untuk WP Badan

Ketentuan atas pengeluaran BPHTB ini juga telah ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-01/PJ.42/2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Pengeluaran untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai Biaya/Pengurang Penghasilan Bruto (SE-01/2002).

Dalam SE tersebut ditegaskan bahwa BPHTB adalah pajak yang dibayar dalam rangka dan merupakan bagian dari biaya pengeluaran untuk memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Adapun perlakukan PPh atas pengeluaran BPHTB tersebut diatur sebagai sebagai berikut:

Pertama, BPHTB atas hak atas tanah yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan, atau dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dapat dikurangkan sebagai biaya dalam penghitungan penghasilan kena pajak melalui amortisasi hak atas tanah sepanjang hak atas tanah tersebut dapat diamortisasi sesuai ketentuan Pasal 11A UU PPh.

Baca Juga:
Setelah Diimplementasikan, DJP Akan Tetap Sediakan Edukasi Coretax

Kedua, BPHTB atas hak atas bangunan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan, atau dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dapat dikurangkan sebagai biaya dalam penghitungan penghasilan kena pajak melalui penyusutan bangunan tersebut sesuai ketentuan Pasal 11 UU PPh.

Contoh Kasus
PADA tanggal 17 Oktober 2019 PT Agung Jaya membeli sebidang tanah dan bangunan dengan harga beli Rp10.000.000.000. Berdasarkan taksiran akuntan, nilai pasar tanah adalah Rp6.000.000.000 dan nilai pasar gedung adalah Rp4.000.000.000. Selain itu, PT Agung Jaya harus membayar biaya jasa notaris sebesar Rp80.000.000, biaya pengurusan sertifikat tanah Rp50.000.000, dan BPHTB sebesar Rp500.000.000.

Atas informasi di atas, bagaimana perlakuan atas biaya BPHTB tersebut, berapa besar dasar penyusutan fiskal untuk bangunan serta beban penyusutan fiskal untuk tahun 2019?

Baca Juga:
Coretax Punya Fitur Layanan Edukasi, WP Bisa Ajukan Topik Kelas Pajak

Berdasarkan ketentuan yang telah diuraikan, BPHTB dialokasikan ke harga perolehan tanah dan bangunan berdasarkan nilai pasarnya. Dalam hal ini, BPHTB yang dialokasikan ke bangunan menjadi unsur harga perolehan bangunan dan dibebankan melalui penyusutan bangunan tersebut. Sementara untuk tanah, tidak dapat dilakukan penyusutan sesuai ketentuan Pasal 11 UU PPh.

Berikut jawaban selengkapnya:

Perlakuan atas biaya BPHTB

Baca Juga:
Coretax DJP, WP Bakal Lebih Fleksibel Ikuti Kelas Pajak


Berdasarkan perhitungan alokasi di atas, biaya BPHTB yang dapat dialokasikan terhadap biaya perolehan bangunan adalah sebesar Rp200.000.000.

Dasar penyusutan fiskal untuk bangunan:

Baca Juga:
Perbedaan Faktur Pajak Gabungan dan Faktur Pajak Digunggung


Dengan demikian, beban penyusutan bangunan PT Agung Jaya untuk tahun pajak 2019 adalah 5% x 3/12 bulan x Rp4.232.000.000 = Rp52.900.000.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 04 November 2024 | 13:30 WIB PMK 54/2021

Omzet Sudah Tembus Rp4,8 Miliar, Kapan Harus Mulai Pembukuan?

Kamis, 31 Oktober 2024 | 09:00 WIB KPP PRATAMA JAKARTA PENJARINGAN

Dorong Pembayaran Piutang Pajak, KPP Adakan Kelas untuk WP Badan

Rabu, 23 Oktober 2024 | 13:00 WIB CORETAX SYSTEM

Setelah Diimplementasikan, DJP Akan Tetap Sediakan Edukasi Coretax

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 13:00 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax Punya Fitur Layanan Edukasi, WP Bisa Ajukan Topik Kelas Pajak

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra