Perkembangan inflasi di Indonesia. (DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews – Dampak kenaikan tarif pajak penghasilan pasal 22 impor untuk 1.147 komoditas ke indeks harga konsumen dinilai minim.
Hal ini, menurut ekonom Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah, dikarenakan kenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) pasal 22 impor yang lebih banyak menyasar barang konsumsi.
“Efek kepada inflasi akan minim, karena hanya sebagaian kecil barang penunjang produksi yang naik PPh pasal 22 impornya,” katanya, seperti dikutip pada Jumat (7/9/2018).
Dengan demikian, menurutnya, kenaikkan tarif tidak akan mengganggu upaya penjagaan tingkat inflasi pada tahun ini. Asumsi inflasi 3,5% yang dipatok dalam APBN 2018, sambung Piter, masih cukup relevan untuk dicapai.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi tahun kalender (year to date/yoy) hingga Agustus 2018 sebesar 2,13%. Jika dibandingkan posisi Agustus 2018 terhadap Agustus 2017 (year on year/yoy) inflasi tercatat 3,20%.
Selain memberi efek minim pada inflasi, Piter menilai kenaikkan PPh pasal 22 pada 1.147 item ini dapat menekan impor. Kondisi ini, sambungnya, didukung oleh fakta sekitar 25%-30% barang impor sudah ada substitusinya di Tanah Air.
Keunggulan komparatif dari sisi beban pajak, menurut dia, bisa menjadi modal penting bagi industri dalam negeri untuk tumbuh. Apalagi, masyarakat akan cenderung memilih barang dengan harga yang lebih kompetitif dibandingkan harus merogoh kocek untuk pajak impor.
“Secara paralel impor akan turun di angka [25%-30%] itu juga,” imbuhnya.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.